Selalu Bersama Walau sedikit Berbeda

Selalu Bersama Walau sedikit Berbeda

            Suasana baru terasa sudah. Pakaian baru, tas baru, alat – alat sekolah pun baru. Di tambah dengan semangat belajar yang baru dan saingan – saingan kelas yang baru dan jauh lebih hebat di banding kelas sebelumnya. Begitulah yang Hira rasakan. Gadis yang baru saja naik kelas, dari kelas X menjadi kelas XI IPS I. Awalnya Hira memilih jurusan IPA. Namun karena mungkin kesalahan menulis, Hira masuk ke IPS. Tapi Hira tetap bersyukur dan bangga akan jurusan nya yang sekarang. Apalagi kelas Hira berdampingan dengan kelas seorang cowo yang Hira suka yang dulu satu kelas bersama Hira.
            Semua baru bagi Hira. Tapi, kelas yang Hira huni tidak memuaskan. Banyak sekali kekurangan di banding kelebihannya. Tapi Hira tetap bersyukur akan keadaannya yang sekarang. Hira pun menikmati apa yang dia dapat.
            Hira berpisah dengan sahabat – sahabat nya. Tari XI IPS III sedangkan Yuning XI IPS IV. Awalnya Yuning XI IPS II tapi karena sebab tertentu dia pindah kelas. Air mata Yuning keluar saat dia tau kelasnya pindah. Hira dan Tari tidak bisa berbuat apa – apa. Mereka hanya bisa berdiam diri, karena begitulah Yuning kalau sedang nangis ada yang nanya atau yang nenangin dia, malah kacau. Bukannya jadi ga nangis ehhh malah nambah nangis.
            Langit Nampak biru muda, cahaya sinar mentari menerobos jendela kelas Hira. Burung yang bernyanyi pun terdengar jelas sekali. Kalau pun Hira baru masuk dua hari yang lalu, namun proses belajar mengajar sudah efektif. Maklum saja, di sekolah Hira begitu mengagumkan. Dimana anak yang masuk ke sekolah yang Hira tempati dari biasa dan keluar menjadi luar biasa. Ya, itu berkat guru – guru yang memberikan super perhatiannya kepada siswa – siswi yang masuk ke sekolah yang Hira tempati sekarang. Hira pun merasa begitu merasa dekat dengan guru – guru di sekolahnya. Apalagi dengan guru – guru IPS. Itu sebabnya Hira sangat senang masuk IPS. Selain dekat dengan guru IPS, Hira pun sangat senang dengan pelajaran ekonomi dan akuntansi.
             Dua jam berlalu. Bel tanda istirahat berdering keras sekali. Guru pelajaran pun dengan sendirinya keluar kelas. Semua murid pun berhamburan keluar. Bermacam – macam tujuan mereka. Ada yang berdiam di pinggir lapangan, ada yang menuju kantin sekolah, dan ada pula yang hanya jalan – jalan atau sekedar lihat siswa – siswi baru yang sedang MOPD. Hira sendiri berdiam di depan kelasnya menunggu sahabat – sahabatnya.
            Terlihat dari jauh oleh pandangan mata Hira lambaian tangan dua orang gadis yang satu lebih tinggi. Itulah sahabat – sahabat Hira yang Hira tunggu – tunggu. Hira pun tersenyum dan membalas lambaian tangan mereka.
            “ Hira, gimana belajarnya???. Aduhhh,, aku pusing banget belajar akuntansi. Tapi kalau udah punya dasar jadi ga terlalu takut tuh. Orang – orang pada pusing dan ada beberapa orang yang tidur. Aku juga ngantuk berat tadi. Kalau saja yang duduk sama aku tukang tidur pasti aku ikut tidur. Untungnya dia ngelawak terus. Hehehe jadi curhat. Emhhh, kalian gimana??? “. Tari mengawali pembicaraan mereka Hira dan Yuning tertawa melihat tingkah Tari.
            “ Kalau aku seru banget. Sosiologi biasa dengan guru menarik yang aku suka dari kelas X dulu. Asik deh pokoknya. Apalagi lawakan – lawakan datang bertubi – tubi dari temen – temen baru. Asik deh pokoknya. Tapi yang bikin aku sebel, ada beberapa orang yang anggap aku itu saingan beratnya. Jadi gitu deh cuek dan keliatan ga suka gitu “. Hira menjawab dengan nada sedang.
            “ Kalau itu biasa Ra, kamu kan juara kelas jadi mereka itu sebenernya takut kamu kalahkan. Kalau aku ya, biasa – biasa saja. Dan temen – temen aku yang baru pun menghargai aku. Aku jadi senang di kelas. Dan tadi aku belaja PKN sama Bu Mira. Asik deh. Ga beda dengan kelas X dulu “. Yuning menambah dengan nada bahagia.
            “ Oya Ra, emangnya siapa sih yang bersikap seperti itu??? “. Tari bertanya dengan nada serius.
            “ Ya, siapa lagi. Temen kamu itu dan temen dia. Aku juga kan bendahara jadi dia takut jabatan bendaharanya aku ambil. Padahal aku ga ngerasa jadi saingan mereka dan aku juga ga bakalan ngerebut hak mereka. Mereka aja yang ke GR – an anggap aku saingan. Padahal biasa – biasa saja ko, orang aku ga ngerasa kaya yang mereke rasa “. Hira menjawab dengan nada yang sedikit kesal.
            “ Maklum lah Ra, mereka juga merasa kamu saingan nya ga salah. Emang wajar ko kalau mereka nganggap kamu seperti itu. Tapi kamu jangan sampai berbuat yang tidak – tidak ya. Nanti mereka juga sadar sendiri ko. Tenang aja “. Yuning menenangkan Hira yang sudah mulai kesal.
            Hira terdiam. Tiba – tiba Hira teringat kalau di sebelah kelasnya adalah kelas Dikha. Cowo yang Hira suka saat masih sekelas dulu. “ Ko aku bisa lupa ya? “. Tanya Hira berbisik dalam hati.
            “ Kamu kenapa Ra, malah bengong kaya gitu terharu sama kata – kata Yuning? “.
            “ Apaan sih Ri, masa terharu sih. Emang Yuning bicara bernada sedih gitu “.
            “ Tapi Hira, terharu itu di ungkapkan bukan dari kata – kata yang bernada sedih. Tapi juga bisa di ungkapkan seperti yang Yuning katakan barusan “.
            “ Udah lah. Aku tau kenapa Hira melamun “. Jelas Yuning dengan  PD.
            “ Kenapa ???”. Hira bertanya dengan sorotan mata yang beda dari biasanya.
            “ Biasa aja Hira, tatapan nya jangan kaya gitu. Hmmmm aku Cuma nebak ya, kamu ngelamun karna kamu tau kan kalau kelas kamu sebelahan dengan kelasnya Dikha. Hayo ngaku !!! “. Yuning menjelaskan dengan nada mengejek.
            “ Ko bisa tau sih Ning ??? “. Tari seperti ikut mengejek.
            “ Ikhhhh,, ya sih. Dan sekarang dia ada di depan pintu. Duduk gitu. Kaya dulu aja ga berubah – berubah. Kangen deh Dikha yang dulu. Mungkin mulai sekarang ga bisa denget lagi sama Dikha “.
            “ Jangan gitu Ra, aku sama Yuning bakalan suport kamu terus ko. Dan kamu tenang aja, kamu bakalan bisa deket lagi sama Dikha “.
            “ Ya, tapi sekarang aku lapar “.
            “ Mulai deh penyakit Hira yang lapar waktu ngobrol “.
            “ Tapi Ri, aku juga lapar “.
            “ Hahhhh,, Yuning kenapa jadi ikut – ikutan??? “.
            “ Syuuttt, ya udah lah sekarang kita jajan aja. Dua lawan satu pasti menang dua dong “. Hira mengejek Tari sambil berjalan menggendeng Yuning.
            Mereka bertiga berjalan menuju kantin sekolah. Seperti biasa sambil tertawa bercanda. Hira Tari dan Yuning. Mereka akrab semenjak mereka satu kelas. Tapi Hira dan Tari akrab sejak SMP. Mereka selalu bersama. Dan terlihat sekarang pun. Walau pun beda kelas tapi mereka masih akrab bersama.
            Mereka membeli batagor dan memakannya di tempat mereka membeli. Kebetulan kosong. “ Katanya nanti abis istirahat ga bakalan ada guru yang masuk. Soalnya mereka focus pada MOPD “. Jelas Tari memulai pembicaraan.
            “ Oyaaaaaaa???. Jadi aku ga belajar akuntansi dong. Mmmhhhh,, nyebelin ah “. Hira membalas dengan nada jengkel.
            “ Emang nya kamu tau dari mana ? “. Tanya Yuning lembut.
            “ Ya, barusan mau ke kelas kamu denger anak – anak yang ngomong gitu. Ya aku percaya soalnya mereka anak – anak yang deket sama guru “.
            “ Ya semoga aja engga. Sekarang matematika “. Yuning merespon sambil melanjutkan makannya.
            Hira merasa jengkel. Pelajaran yang dia suka ga bakalan dia dapatkan. Muka Hira berubah menjadi muka orang marah. Tapi Hira mencoba menenangkannya sendiri. Mereka semua telah selesai menghabiskan makanannya. Mereka membayarnya dan kembali ke kelas Hira. Betul saja apa yang Tari katakana. Sudah lama istirahat, tapi belum terdengar bunyi bel. Anak – anak banyak yang berdiam bergerombol di depan – depan kelas. Begitu juga Hira dan sahabatnya yang berdiam di depan kelas Hira.
            “ Kalaupun kelas kita beda, tapi kita tetap harus bersama. Suka maupun duka. Kebersamaan harus selalu ada “. Hira mengawali perbincangan.
            “ Tentu. Kita harus terus berjuang menelusuri rintangan. Menghapus semua kesusahan, menghadapi dengan kesabaran “. Tari menambahkan kata – kata Hira.
            Mereka semua tersenyum. Tangan mereka dirapatkan tanda tak kan putus dalam kebersamaan. Suka duka akan mereka rasakan bersama. Janji sahabat kan selamanya menghiasi naungan jiwa.
           
           
            

0 komentar:

Posting Komentar