AFTA
( ASEAN Free Trade Area
)
A. Latar Belakang AFTA
Fenomena penduduk
dewasa ini memang sangat mengkhawatirkan. Terjadinya ledakan. penduduk mengakibatkan jumlah populasi
semakin bertambah namun tidak diimbangi dengan
adanya pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Kondisi perekonomian Indonesia yang semakin tidak menentu menyebabkan banyak permasalahan
yang timbul dalam kehidupan
bermasyarakat. Salah satunya adalah semakin tingginya tingkat kemiskinan
penduduk baik di pedesaan maupun di perkotaan,yang mengakibatkan semakin
berkurangnya kemampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhannya yaitu kebutuhan
primer, sekunder, maupun tersier. Maka dari itu jelas,Indonesia tidak mungkin dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri untuk kesejahteraan rakyat. Dengan begitu sebagai suatu Negara, Indonesia perlu melakukan perdangan internasional.
penduduk baik di pedesaan maupun di perkotaan,yang mengakibatkan semakin
berkurangnya kemampuan penduduk dalam memenuhi kebutuhannya yaitu kebutuhan
primer, sekunder, maupun tersier. Maka dari itu jelas,Indonesia tidak mungkin dapat
memenuhi kebutuhannya sendiri untuk kesejahteraan rakyat. Dengan begitu sebagai suatu Negara, Indonesia perlu melakukan perdangan internasional.
Sebagai negara
yang secara geografis terletak di Asia Tenggara bersama dengan Sembilan negara
lainnya dan atas dasar kesamaan letak geografis itu maka dibentuklah suatu organisasi bernama ASEAN (Asosiation South
East Asia Nation). Pembentukan organisasi tersebut tidaklah semata
– mata karena kesamaan letak geografis saja, namun secara ranah sejarahnya
seluruh anggotaASEAN adalah bekas jajahan negara kolonial. Dalam organisasi
tersebut terjalinlah suatu kerjasama dagang dalam wadah AFTA. ASEAN Free Trade
Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara
ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT- AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT- AFTA) merupakan suatu skema untuk 1 mewujudkan AFTA melalui penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
Maka dalam AFTA
menimbulkan perdaganagn luar negeri (freign trade) akan mengembangkan
kemungkinan konsumsi suatu bangsa. Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu
negara mengkonsumsi lebih banyak barang disbandingyang tersedia menurut garis
perbatasan kemungkinan produksi pada keadaan swasembada tanpa perdagangan luar
negeri.
Selanjutnya, bagaimana penerapan perdagangan bebas (Free Trade) dalam perspektif.
Selanjutnya, bagaimana penerapan perdagangan bebas (Free Trade) dalam perspektif.
Sejarah organisasi AFTA (Asean
Free Trade Area) & NAFTA (North American Free Trade Area). AFTA atau
kawasan perdagangan bebas adalah suatu bentuk kerja sama negara-negara anggota
ASEAN untuk membentuk kawasan perdagangan bebas. Pembentukan AFTA berdasarkan
pertemuan para Menteri Ekonomi anggota ASEAN pada tahun 1994 di Chiang Mai,
Thailand.
1.
Pertemuan Chiang Mai
menghasilkan tiga keputusan penting sebagai berikut :
Seluruh anggota ASEAN sepakat bahwa pembentukan kawasan perdagangan bebas dipercepat pelaksanaannya dari tahun 2010 menjadi 2005.
Seluruh anggota ASEAN sepakat bahwa pembentukan kawasan perdagangan bebas dipercepat pelaksanaannya dari tahun 2010 menjadi 2005.
2.
Jumlah produk yang telah
disetujui masuk dalam daftar AFTA (inclusion list/IL) ditambah dan semua produk
yang tergolong dalam temporary exclusion list/TEL secara bertahap akan masuk
IL. Semua produk TEL diharapkan masuk dalam IL pada tanggal 1 Januari 2000.
3.
Memasukkan semua produk pertama yang belum
masuk dalam skema common effective preferential tariff (CEPT) yang terbagi
sebagai berikut :
Ø
Daftar produk yang segera masuk
dalam IL menjadi immediate inclusion list/IIL mulai tarifnya menjadi 0–5% pada
tahun 2003.
Ø
Produk yang memiliki sensitivitas
(sensitive list), seperti beras dan gula, akan diperlakukan khusus di luar
skema CEPT.
Ø
Produk dalam kategori TEL akan
menjadi IL pada tahun 2003.
Negara-negara anggota ASEAN menggagas melaksanakan AFTA
dengan tujuan :
1.
Meningkatkan perdagangan dan spesialisasi
di lingkungan keanggotaan ASEAN.
2.
Meningkatkan jumlah ekspor
negara-negara anggota ASEAN.
3.
Meningkatkan investasi dalam
kegiatan produksi dan jasa antaranggota ASEAN.
4.
Meningkatkan masuknya investasi dari luar
negara anggota ASEAN.
C. Pengertian AFTA
(Asean Free Trade Areas)
Istilah
perdagangan bebas identik dengan adanya hubungan dagang antar negara anggota
maupun negara non-anggota. Dalam implementasinya perdagangan bebas harus memperhatikan beberapa aspek yang mempengaruhi
yaitu mulai dengan meneliti mekanisme perdagangan, prinsip sentral dari
keuntungan komparatif (comparative advantage),serta pro dan kontra di bidang
tarif dan kuota, serta melihat bagaimana berbagai jenis mata uang (atau valuta
asing) diperdagangkan berdasarkan kurs tukar valuta asing. ASEAN Free Trade
Area (AFTA) adalah kawasan perdagangan bebas ASEAN dimana tidak ada hambatan
tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non tarif bagi negara-negara anggota
ASEAN, melalui skema CEPT-AFTA. Sebagai contoh dari keanggotaan AFTA adalah
sebagai berikut, Vietnam menjual sepatu ke Thailand, Thailand menjual radio ke
Indonesia, dan Indonesia melengkapi lingkaran tersebut dengan menjual kulit ke
Vietnam.
Melalui
spesialisasi bidang usaha, tiap bangsa akan mengkonsumsi lebih banyak
dibandingyang dapat diproduksinya sendiri. Namun dalam konsep perdagang
tersebut tidak ada hambatan tarif (bea masuk 0-5%) maupun hambatan non-tarif
bagi negara – negaraASEAN melalui skema CEPT-AFTA. Common Effective
Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah program tahapan penurunan tarif dan
penghapusan hambatan non-tarif yang disepakati bersama oleh negara-negara
ASEAN. Maka dalam melakukan pedagangan sesama anggota biaya operasional mampu
ditekan sehingga akan menguntungkan.
D. Skema CEPT-AFTA
Pada pelaksanaan perdagangan bebas khususnya di
Asia Tenggara yang tergabung dalam AFTA proses perdagangan tersebut tersistem
pada skema CEPT-AFTA. Common Effective Preferential Tarif Scheme (CEPT) adalah
program tahapan penurunan tarif dan penghapusan hambatan non-tarif yang
disepakati bersama oleh negara-negara ASEAN. Dalam skema CEPT-AFTA barang –
barang yang termasuk dalam tariff scheme adalah semua produk manufaktur,
termasuk barang modal dan produk pertanian olahan, serta produk-produk yang
tidak termasuk dalam definisi produk pertanian. (Produk-produk pertanian
sensitive dan highly sensitive dikecualikan dari skema CEPT). Dalam skema CEPT,
pembatasan kwantitatif dihapuskan segera setelah suatu produk menikmati konsesi
CEPT, sedangkan hambatan non-tarif dihapuskan dalam jangka waktu 5 tahun
setelah suatu produk menikmati konsensi CEPT.
E. Tujuan
Pembentukan AFTA
1.
Meningkatkan daya saing ekonomi
negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia.
2.
Untuk menarik investasi dan
meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN.
3.
Meningkatkan investasi di
antara Negara Negara
Oleh karena itu, penerapan AFTA guna meningkatkan perdagangan
antar anggota juga memiliki beberapa persyaratan produk yang harus dipenuhi
yaitu :
1)
Produk yang bersangkutan harus
sudah masuk dalam Inclusion List (IL) dari Negara eksportir maupun importir.
2)
Produk tersebut harus mempunyai
program penurunan tarif yang disetujui oleh Dewan AFTA (AFTA Council);
3)
Produk tersebut harus memenuhi
persyaratan kandungan lokal 40%. Suatu produk dianggap berasal dari negara
anggota ASEAN apabila paling sedikit 40% dari kandungan bahan didalamnya
berasal dari negara anggota ASEAN.
Berikut rumus perhitungan kandungan lokal ASEAN 40%Valune of
Imported + Valune of Parts or produce Produce Non-ASEAN Materials Undetermined
x100% is less
FOB price or equal than 60%.
FOB price or equal than 60%.
Yang dimaksud dengan ketentuan asal barang (Rules of Origin)
adalah Rules of Origin didefinisikan sebagai sejumlah kriteria yang digunakan
untuk menentukan negara atau wilayah pabean asal dari suatu barang atau jasa
dalam perdagangan internasional.
F. Penerapan
AFTA Secara Penuh
AFTA diberlakukan secara penuh untuk negara ASEAN-6 sejak 1
Januari 2002 dengan fleksibilitas (terhadap produk-produk tertentu tarifnya
masih diperkenankan lebih dari 0 - 5%). Target tersebut diterapkan untuk negara
ASEAN-6 sedangkan untuk negara baru sbb : Vietnam (2006); Laos dan Myanmar
(2008); dan Cambodia (2010). AFTA 2002 tidak mencakup pula adanya kebebasan
keluar masuk sektor jasa (misalnya arus perpindahan tenaga) di negara-negara
ASEAN. CEPT-AFTA hanya mencakup pembebasan arus perdagangan barang. Sedangkan
liberalisasi sektor jasa di atur sendiri dengan kesepakatan yang di sebut ASEAN
Framework Agreement on Services (AFAS), dimana liberalisasinya ditargetkan
tercapai pada tahun 2020. Perkembangan terakhir AFTA Dalam KTT Informal ASEAN
III para kepala negara menyetujui usulan dari Singapura untuk menghapuskan
semua bea masuk pada tahun 2010 untuk negara-negara ASEAN-6 dan tahun 2015 untuk negara-negara
baru ASEAN. Selanjutnya dalam KTT ASEAN-Cina tahun 2001, telah di sepakati
pembentukan ASEAN-Cina Free Trade Area dalam waktu 10 tahun.
G. Indonesia dan AFTA
Asean Free Trade
Area (AFTA) adalah bentuk dari kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah
ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan yang
seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada
hambatan tariff (bea masuk 0 – 5 %) maupun hambatan non tariff bagi negara-negara
anggota ASEAN.
AFTA disepakati
pada tanggal 28 Januari 1992 di Singapura. Pada awalnya ada enam negara yang
menyepakati AFTA, itu, Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung
dalam AFTA tahun 1995,
sedangkan Laos dan Myanmar pada
tahun 1997,
kemudian Kamboja pada tahun1999.
Tujuan AFTA
adalah meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan
ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan
meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Dalam kesepakatan, AFTA
direncanakan berpoerasi penuh pada tahun 2008 namun dalam perkembangannya
dipercepat menjadi tahun 2003.
Mekanisme utama
untuk mencapai tujuan di atas adalah skema “Common Effective Preferential
Tariff” (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi di antara
negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 % kandungan lokal akan
dikenai tarif hanya 0-5 %. Anggota ASEAN mempunyai tiga pengecualian CEPTdalam
tiga kategori :
(1) pengecualian sementara,
(2) produk pertanian yang sensitif
(3) pengecualian umum lainnya (Sekretariat
ASEAN 2004)
Untuk kategori
pertama, pengecualian bersifat sementara karena pada akhirnya diharapkan akan
memenuhi standar yang ditargetkan, yakni 0-5 %. Sedangkan untuk produk
pertanian sensitif akan diundur sampai 2010. Dapat disimpulkan, paling lambat
2015 semua tarif di antara negara ASEAN diharapkan mencapai titik 0 %
AFTA dicanangkan
dengan instrumen CEPT, yang diperkenalkan pada Januari 1993. ASEAN pada 2002,
mengemukakan bahwa komitmen utama dibawah CEPT-AFTA hingga saat ini meliputi 4
program, yaitu :
1.
Program pengurangan tingkat
tarif yang secara efektif sama di antara negara- negara ASEAN hingga
mencapai 0-5 persen.
2.
Penghapusan hambatan-hambatan
kuantitatif (quantitative restrictions) dan hambatan-hambatan non-tarif (non
tariff barriers).
3.
Mendorong kerjasama untuk
mengembangkan fasilitasi perdagangan terutama di bidang bea masuk serta
standar dan kualitas.
4.
Penetapan kandungan lokal
sebesar 40 persen.
Untuk Indonesia,
kerjasama AFTA merupakan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan ekspor
komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi tantangan
untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif di pasar regional AFTA.
Upaya ke arah
itu, nampaknya masih memerlukan perhatian serta kebijakan yang lebih serius
dari pemerintah maupun para pelaku agrobisnis, mengingat beberapa komoditas
pertanian Indonesia saat ini maupun di masa yang akan datang masih akan selalu
dihadapkan pada persoalan-persoalan dalam peningkatan produksi yang
berkualitas, permodalan, kebijakan harga dan nilai tukar serta persaingan pasar
di samping iklim politis yang tidak kondusif bagi sektor pertanian.
Diharapkan
dengan diberlakukannya otonomi daerah perhatian pada sektor agribisnis dapat
menjadi salah satu dorongan bagi peningkatan kualitas produk pertanian sehingga
lebih kompetitif di pasar lokal, regional maupun pasar global, dan sekaligus
memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional maupun peningkatan
pendapatan petani dan pembangunan daerah.
Secara umum,
situasi ekonomi Indonesia sangat sulit. Perdagangan Indonesia dalam kurun
2000-2002 melemah, baik dalam kegiatan ekspor maupun impor. Kondisi ekonomi
makro ditambah stabilitas politik yang tidak mantab serta penegakan hukum dan
keamanan yang buruk ikut mempengaruhi daya saing kita dalam perdagangan dunia.
Memang, secara
umum, beberapa produk kita siap berkompetisi. Misalnya, minyak kelapa sawit,
tekstil, alat-alat listrik, gas alam, sepatu, dan garmen. Tetapi, banyak pula
yang akan tertekan berat memasuki AFTA. Di antaranya, produk otomotif,
teknologi informasi, dan produk pertanian.
Dalam AFTA,
peran negara dalam perdagangan sebenarnya akan direduksi secara signifikan. Sebab,
mekanisme tarif yang merupakan wewenang negara dipangkas. Karena itu,
diperlukan perubahan paradigma yang sangat signifikan, yakni dari kegiatan
perdagangan yang mengandalkan proteksi negara menjadi kemampuan perusahaan
untuk bersaing. Tidak saja secara nasional atau regional dalam AFTA, namun juga
secara global. Karena itu, kekuatan manajemen, efisiensi, kemampuan permodalan,
dan keunggulan produk menjadi salah satu kunci keberhasilan.
H. Keuntungan AFTA Bagi Indonesia.
Suatu
kesepakatan atau perjanjian kerjasama dalam perdagangan dilakukan terdapat
suatu keuntungan tersendiri bagi negara yang ikut kedalamnya. Dalam AFTA
tersendiri, negara-negara ASEAN sepakat untuk ikut serta berarti terdapat suatu
keuntungan yang nantinya akan didapat oleh negara anggotanya.
Bagi
Indonesia sendiri, AFTA merupakan kerjasama yang menguntungkan. AFTA merupakan
peluang bagi kegiatan eksport komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan
dan sekaligus menjadi suatu tantangan tersendiri untuk menghasilkan komoditas yang
kompetitif si pasar regional AFTA sendiri. Peningkatan daya saing ini akan
mendorong perekonomian Indonesia untuk semakin berkembang. AFTA juga merangsang
para pelaku usaha di Indonesia untuk menghasilkan barang yang berkualitas
sehingga dapat bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara-negara
ASEAN lainnya.
AFTA juga
dianggap dapat memberikan peluang bagi pengusaha kecil dan menengah di
Indonesia untuk mengekspor barangnya. Hal ini membuat para pelaku usaha
tersebut mendapatkan pasar untuk melempar produk-produknya selain di pasar
dalam negeri. Adanya kesempatan besar bagi para pelaku usaha di Indonesia untuk
lebih meningkatkan produk barangnya dari segi mutu juga mendorong kesadaran
para pengusaha-pengusaha di Indonesia untuk memiliki daya saing usaha yang
kuat.
Jelas semua
hal tersenut dapat terwujud dengan adanya sokongan dari pemerintah Indonesia
dalam memberikan modal bagi peningkatan kualitas produksi dan standar mutu
barang. Pemerintah Indonesia sepatutnya menerapkan suatu undang-undang yang
memberikan kebebasan bagi para pelaku usahanya untuk meningkatkan daya
saingnya. Hal ini dikarenakan untuk menciptakan suatu usaha yang mandiri
terutama dalam menghadapi AFTA. Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan disini,
jika suatu industri tidak dapat bersaing dikarenakan rendahnya mutu barang
pemerintah haruslah memberikan suatu sokongan dengan cara memberikan bantuan
modal.Bentuk bantuan tersebut semata-mata untuk merangsang para pengusaha kecil
dan menengah dalam peningkatan kualitas barang produksinya agar dapat bersaing
dengan produk-produk lain yang masuk ke pasar dalam negeri.
I. Hambatan Yang Dihadapi Indonesia
Dalam setiap
hubungan kerjasama pasti terdapat hambatan-hamatan yang dihadapi. Hambatan
tersebut biasanya muncul saat pengaplikasian perjanjian. Dalam penerapan AFTA
banyak hambatan yang dihadapi saat pertama kali diterapkan. ASEAN-6 merupakan
negara anggota ASEAN yang pertama kali menerapkan usaha pengaplikasian AFTA.
ASEAN-6 menjadi contoh bagi empat negara ASEAN lain. Dalam penerapan AFTA
terutama penerapan penurunan tarif terhadap beberapa barang komoditas. Banyak
negara anggota ASEAN melakukan proteksi terhadap barang yang dianggap penting
bagi negaranya sehingga penerapan penurunan tarif terhadap komoditas yang
diproteksi tersebut mengalami penundaan.
Negara-negara
di ASEAN sebenarnya memiliki perbedaan tinggak perekonomian. Hal itu terlihat
pada pendapatan perkapita masing-masing negara anggota ASEAN. Beberapa negara
memiliki pendapatan perkapita lebih tinggi dari pada negara lainnya. Belum lagi
ketidak stabilan politik dalam negeri yang juga mempengaruhi perekonomian di
negara-negara anggota ASEAN. ASEAN-6 contohnya, pendapatan perkapita
negara-negara ASEAN-6 lebih tinggi dibandingkan empat negara lainnya yaitu, Lao
PDR, Myanmar, Vietnam dan Kamboja. Sehingga sulit bagi keempat negara tersebut
untuk menurunkan tarif bagi barang yang dianggap sensitif bagi kepentingan
dalam negerinya. Belum lagi persaingan barang komoditas antara negara-negara
anggota ASEAN, terkadang kualitas barang yang rendah dan tidak dapat bersaing
membuat ambruknya industri kecil di beberapa negara tersebut. Bahkan bukan bagi
keempat negara di ASEAN yang tergolong memiliki perekonomian rendah tetapi juga
negara anggota ASEAN-6 harus menghadapi kenyataan bahwa industri kecil di
negaranya harus mengalami guncangan karena tidak dapat bersaing dengan barang
komoditas yang masuk ke negaranya.
Bahkan banyak
anggapan bahwa AFTA hanya menghasilkan persaingan yang tidak seimbang bagi
negara anggota ASEAN itu sendiri. Penurunan tarif barang bagi barang yang masuk
dari negara anggota ASEAN menimbulkan kerugian. Ketidak siapan pasar industri
lokal juga yang menjadi kendala bagi berjalannya AFTA dan penerapan penurunan
tarif. Seperti negara-negara anggota ASEAN lainnya Indonesia pun mengalami hal
yang sama. Daya saing barang yang diperdagangkan kurang memenuhi standar yang
ditetapkan, hal ini mengakibatkan banyaknya industri-industri kecil dan
menengah di Indonesia mengalami kerugian yang besar. Persaingan produk dalam negeri
dengan produk yang masuk kedalam negeri membuat para pengusaha harus bisa
meningkatkan kualitas barang produksinya. Hal tersebut tidak mudah dengan
keterbatasan modal yang dimiliki oleh para pengusaha-pengusaha kecil dan
menengah. Belum lagi keterbatasan dari segi infrastruktur di Indonesia,
keterbatasan tekhnologi yang menunjang produksi para pengusaha kecil dan
menengah di Indonesia juga menjadi suatu masalah tersendiri. Dalam AFTA para
pengusaha dipaksa untuk memiliki daya saing yang tinggi, agar nantinya
pengusaha-pengusaha dalam negeri ini dapat mandiri.
Peran dan
dukungan pemerintah sangat dibutuhkan disini, pemerintah haruslah membuat suatu
regulasi yang jelas dalam menanggapi masalah-masalah yang dihadapi oleh para
pengusaha di Indonesia khususnya pengusaha kecil dan menengah mengenai bantuan
modal usaha. Pemerintah sepatutnya menolong para pengusaha kecil dan menengah
kita dalam meningkatkan kualitas produknya agar nantinya produksi mereka tidak
berhenti dan rugi. Selama ini permasalahan yang yang selalu timbul adalah
ketidak mampuan pemerintah Indonesia dalam melindungi para pengusaha kecil dan
menengah di Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya para pengusaha yang
tergolong pengusaha kecil dan menengah di Indonesia mengalami kerugian besar dan
produksinya berhenti dikarenakan kualitas barang mereka kalah dibandingkan
dengan barang-barang yang masuk dari Vietnam dan Cina. Contohnya industri rotan
di Indonesia, biasanya para pengusaha rota hanya mengirim berupa rotan yang
belum diolah sehingga merugikan pihak pengusaha rotan dalam negeri, sedangkan
rotan yang masuk dari Cina dan Vietnam biasanya telah diolah menjadi suatu
produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi. Dari permasalah tersebut
seharusnya pemerintah sudah memiliki langkah yang pasti untuk melindungi para
pengusaha rotan, caranya dengan mengekspor produk rotan bukan sekedar bahan
dasarnya saja tapi berupa rotan yang telah di olah menjadi suatu produk yang
harga jualnya lebih tinggi, sama dengan yang diekspor Vietnam dan Cina.
Dalam banyak
hal, AFTA dapat efektif dan menguntungkan Indonesia jika para pengusaha dan
pemerintah Indonesia bekerja sama. Solusi yang jelas bagi para pengusaha di
Indonesia akan membantu Indonesia dalam menghadapi pasar bebas yang
diberlakukan. Pemerintah melindungi para pengusaha kecil dan menengah dengan
cara bantuan modal untuk melakukan produksi agar para pengusaha kecil dan
menengah di Indonesia dapat membuat suatu produk yang memiliki daya saing yang
tinggi saat dipasarkan. Kendala yang tengan dihadapi adalah masalah
infrastruktur di Indonesia yang kurang mendukung. Pemerintah juga sepatutnya
menyediakan infastruktur yang memadai, seperti jalanan yang rusak akan
menghambat proses distribusi barang dan dapat merugikan. Indonesia memiliki
banyak barang komoditas yang tidak kalah oleh Vietnam dan Cina. Masalahnya
hanya terletak pada daya saing para pengusaha di Indonesia dalam persaingan di
dalam pasar bebas ini.
J. Persoalan yang dihadapi oleh Indonesia
Dalam menghadapi
AFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara anggota ASEANmasih memiliki beberapa
kendala yang menunjukan ketidaksiapan kita dalam menghadapi AFTA, diantanya
adalah; dari segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa sektor itu termasuk
buruk di Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka iklim usaha tidak akan
berkembang baik, yang mana hal tersebut akan menyebabkana biaya ekonomi tinggi
yang berpengaruh terhadap daya saing produk dalam pasar internasional.
Faktor lain yang
amat penting adalah lembaga-lembaga yang seharusnya ikut memperlancar
perdagangan dan dunia usaha ternyata malah sering diindikasikan KKN. Akibat
masih meluasnya KKN dan berbagai pungutan yang dilakukan unsure pemerintah di
semua lapisan, harga produk yang dilempar ke pasar akan terpengaruhi. Otonomi
daerah yang diharapkan akan meningkatkan akuntabilitas pejabat publik dan
mendorong ekonomi lokal ternyata dipakai untuk menarik keuntungan
sebanyak-banyaknya dari dunia usaha tanpa menghiraukan implikasinya. Otonomi
malah menampilkan sisi buruknya yang bisa mempengaruhi daya saing produk
Indonesia di pasar dunia.
Persoalan lain
yang harus dihadapi adalah kenyataan bahwa perbatasan Indonesia sangat luas,
baik berupa lautan maupun daratan, yang sangat sulit diawasi. Akibatnya,
terjadi banjir barang selundupan yang melemahkan daya saing industri nasional.
Miliaran dolar amblas setiap tahun akibat ketidakmampuan menjaga perbatasan
dengan baik. Menurut taksiran kemampuan TNI-AL, sekitar 40 persen dari
seharusnya digunakan untuk mengamankan lautan akibat kekuarangan dana dan
sarana yang lain. Kendala utama bagi masyarakat Indonesia adalah mengubah pola
pikir, baik di kalangan pejabat, politisi, pengusaha, maupun tenaga kerja.
Mengubah pola pikir ini sangat penting bagi keberhasilan kita memasuki AFTA.
Namun, selain
menghadapi berbagai persoalan, AFTA jelas juga membawa sejumlah keuntungan.
Pertama, barang-barang yang semula diproduksi dengan biaya tinggi akan bisa
diperoleh konsumen dengan harga lebih murah. Kedua, sebagai kawasan yang
terintegrasi secara bersama-sama, kawasan ASEAN akan lebih menarik sebagai
lahan investasi. Indonesia dengan sumber daya alam dan manusia yang berlimpah
mempunyai keunggulan komparatif. Namun, peningkatan SDM merupakan keharusan.
Ternyata, kemampuan SDM kita sangat payah dibandingkan Filipina atau Thailand.
Berdasarkan
peraturan Pemerintah Nomer 63 tahun 1999, pihak asing dimungkinkan untuk
mempunyai saham hampir 99 persen. Jadi jika ingin menambah sahamnya, sedangkan
partner lokalnya tidak mampu, maka saham partner lokal menjadi terdivestasi.
K. Dampak AFTA
Ada banyak
dampak suatu perjanjian perdagangan bebas, antara lain spesialisasi dan
peningkatan volume perdagangan. Sebagai contoh, ada dua negara yang dapat
memproduksi dua barang, yaitu A dan B, tetapi kedua negara tersebut membutuhkan
barang A dan B untuk dikonsumsi.
Secara
teoretis, perdagangan bebas antara kedua negara tersebut akan membuat negara
yang memiliki keunggulan komparatif (lebih efisien) dalam memproduksi barang A
(misalkan negara pertama) akan membuat hanya barang A, mengekspor sebagian
barang A ke negara kedua, dan mengimpor barang B dari negara kedua.
Sebaliknya,
negara kedua akan memproduksi hanya barang B, mengekspor sebagian barang B ke
negara pertama, dan akan mengimpor sebagian barang A dari negara pertama.
Akibatnya, tingkat produksi secara keseluruhan akan meningkat (karena
masing-masing negara mengambil spesialisasi untuk memproduksi barang yang
mereka dapat produksi dengan lebih efisien) dan pada saat yang bersamaan volume
perdagangan antara kedua negara tersebut akan meningkat juga (dibandingkan
dengan apabila kedua negara tersebut memproduksi kedua jenis barang dan tidak
melakukan perdagangan).
Saat ini AFTA
sudah hampir seluruhnya diimplementasikan. Dalam perjanjian perdagangan bebas
tersebut, tarif impor barang antarnegara ASEAN secara berangsur-angsur telah
dikurangi. Saat ini tarif impor lebih dari 99 persen dari barang-barang
yang termasuk dalam daftar Common Effective Preferential Tariff (CEPT) di
negara-negara ASEAN-6 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan
Thailand) telah diturunkan menjadi 5 persen hingga 0 persen.
Sesuai dengan
teori yang dibahas di atas, AFTA tampaknya telah dapat meningkatkan volume
perdagangan antarnegara ASEAN secara signifikan. Ekspor Thailand ke ASEAN,
misalnya, mengalami pertumbuhan sebesar 86,1 persen dari tahun 2000 ke tahun
2005. Sementara itu, ekspor Malaysia ke negara-negara ASEAN lainnya telah
mengalami kenaikan sebesar 40,8 persen dalam kurun waktu yang sama.
Adanya AFTA
telah memberikan kemudahan kepada negara-negara ASEAN untuk memasarkan
produk-produk mereka di pasar ASEAN dibandingkan dengan negara-negara
non-ASEAN. Untuk pasar Indonesia, kemampuan negara-negara ASEAN dalam melakukan
penetrasi pasar kita bahkan masih lebih baik dari China. Hal ini terlihat dari
kenaikan pangsa pasar ekspor negara ASEAN ke Indonesia yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan kenaikan pangsa pasar China di Indonesia.
Pada tahun 2001 pangsa pasar ekspor negara-negara
ASEAN di Indonesia mencapai 17,6 persen. Implementasi AFTA telah meningkatkan
ekspor negara-negara ASEAN ke Indonesia. Akibatnya, pangsa pasar ASEAN di
Indonesia meningkat dengan tajam. Dan pada tahun 2005 pangsa pasar
negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 29,5 persen.
Berbeda dengan
anggapan kita selama ini bahwa ternyata daya penetrasi produk-produk China di
Indonesia tidak setinggi daya penetrasi produk-produk negara ASEAN. Pada tahun
2001 China menguasai sekitar 6,0 persen dari total impor Indonesia. Pada tahun
2005 baru mencapai 10,1 persen, masih jauh lebih rendah dari pangsa pasar
negara-negara ASEAN. Jadi, saat ini produk-produk dari negara ASEAN lebih
menguasai pasar Indonesia dibandingkan dengan produk-produk dari China.
Sebaliknya, berbeda
dengan negara-negara ASEAN yang lain, tampaknya belum terlalu diperhatikan
potensi pasar ASEAN, dan lebih menarik dengan pasar-pasar tradisional, seperti
Jepang dan Amerika Serikat. Hal ini terlihat dari pangsa pasar ekspor kita ke
negara-negara ASEAN yang tidak mengalami kenaikan yang terlalu signifikan sejak
AFTA dijalankan. Pada tahun 2000, misalnya, pangsa pasar ekspor Indonesia di
Malaysia mencapai 2,8 persen. Dan pada tahun 2005 hanya meningkat menjadi 3,8
persen. Hal yang sama terjadi di pasar negara-negara ASEAN lainnya.
Produsen
internasional tidak harus mempunyai pabrik di setiap negara untuk dapat
menyuplai produknya ke negara-negara tersebut. Produsen internasional dapat
memilih satu negara di kawasan ini untuk dijadikan basis produksinya dan
memenuhi permintaan produknya di negara di sekitarnya dari negara basis
tersebut. Turunnya tarif impor antarnegara ASEAN membuat kegiatan ekspor-impor
antarnegara ASEAN menjadi relatif lebih murah dari sebelumnya. Tentunya negara
yang dipilih sebagai negara basis suatu produk adalah yang dianggap dapat
membuat produk tersebut dengan lebih efisien (spesialisasi).
Negara-negara di
kawasan ini tentunya berebut untuk dapat menjadi pusat produksi untuk melayani
pasar ASEAN karena semakin banyak perusahaan yang memilih negara tersebut untuk
dijadikan pusat produksi, akan semakin banyak lapangan kerja yang tersedia.
Sayangnya, Indonesia tampaknya masih tertinggal dalam menciptakan daya tarik
untuk dijadikan pusat produksi.
L. Kesiapan Indonesia
Infrastruktur dan
sumber daya manusia (SDM) Indonesia dinilai belum siap menghadapi ASEAN Free
Trade Area (AFTA) atau pasar bebas ASEAN mulai 2015. “Kita semua tahu
bagaimana kualitas SDM dan infrastruktur kita, padahal pasar bebas ASEAN itu
tidak lama lagi,” kata pengamat politik ekonomi internasional UI, Beginda
Pakpahan, di Jakarta. Ia mengatakan pada dasarnya FTA (Free Trade Area) sangat
potensial untuk memperluas jejaring pasar sekaligus menambah insentif, karena
tidak adanya lagi pembatasan kuota produk.
Namun, bagi
Indonesia bukan melulu keuntungan, sebab FTA juga bisa menjadi ancaman bila
pemerintah RI tidak mempersiapkan SDM dan infrastruktur dalam negeri. Dampak
terburuk justru mengancam masyarakat lapisan paling bawah, seperti petani gurem
dan pedagang kecil. Saat ini Indonesia setidaknya berada di peringkat keenam di
ASEAN di luar negara-negara yang baru bergabung (Kamboja, Vietnam, Laos, dan
Myanmar).
Selain SDM,
infrastruktur di tanah air juga belum mendukung untuk menghadapi AFTA.
Indonesia harus bisa menjadi pengelola atau tidak melulu menjadi broker atau
mediator dalam perdagangan bebas. Agenda terdekat menjelang era pasar bebas,
Indonesia harus bisa membenahi dan menyelesaikan kepemimpinan nasional,
mewujudkan “good corporate governance“, dan membenahi birokrasi sekaligus
memberantas korupsi. Selain itu, DPR juga harus sejalan dengan pemerintah dalam
masa-masa krisis dan membenahi jajaran TNI/POLRI.
Yang harus
dilakukan Indonesia agar dapat dengan baik menghadapi AFTA dan dapat bersaing
dengan Negara-negara lain di dalamnya adalah :
1.
Pemantapan Organisasi Pelaksanaa AFTA
AFTA sebagai
suatu kegiatan baru dalam kerjasama ASEAN harus didukung oleh struktur
organisasi yang kuat agar pelaksanaannya dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Struktur organisasi yang kuat sangat diperlukan karena AFTA harus dilaksanakan
dengan baik, adil dan terarah sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal dan
merata. Juga diperlukan pengawasan yang ketat untuk menjaga agar jangan sampai
terjadi kecurangan dalam pelaksanaan perdagangan yang akan merugikan negara
tertentu.
2.
Promosi dan Penetrasi Pasar
Kenyataan
menunjukkan bahwa volume perdagangan Indonesia dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN lainnya, adalah nomor dua terkecil setelah Filipina,
sedangkan volume perdagangan Indoensia dengan Singapura hanya 5,1 persen dari
seluruh perdagangan intra-ASEAN. Keadaan tersebut terutama disebabkan oleh
komoditas ekspor Indonesia belum banyak dikenal oleh negara-negara ASEAN.
Karena itu, keikutsertaan dalam pameran perdagangan internasional perlu
ditingkatkan. Peningkatan kunjungan dagang sangat besar pula artinya dalam
melakukan promosi dan penetrasi pasar hasil produksi Indonesia.
3.
Peningkatan Efisiensi Produksi Dalam Negeri
Untuk
meningkatkan efisiensi produksi dalam negeri, perlu diciptakan kondisi
persaingan yang sehat di antara sesama pengusaha agar tidak terdapat “distorsi
harga” bahan baku. Di samping itu, biaya-biaya non produksi secara keseluruhan
dapat ditekan. Dalam kaitan ini, kebijakan deregulasi yang telah dijalankan
Pemerintah sejak beberapa tahun yang lalu perlu terus dilanjutkan dan diperluas
kepada sektor-sektor riil yang langsung mempengaruhi kegiatan produksi dan
selanjutnya perlu diusahakan agar pemberian fasilitas-fasilitas yang cenderung
menciptakan kondisi monopoli dalam pengelolaan usaha perlu dihilangkan.
4.
Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia
Kualitas
sumberdaya manusia Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan kualitas
sumberdaya manusia negara ASEAN lainnya. Oleh karena itu, dalam rangka
menghadapi AFTA, usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
perlu lebih ditingkatkan dengan mengembangkan sekolah kejuruan dan politeknik
di masa mendatang.
5.
Perlindungan Terhadap Industri Kecil
Pelaksanaan AFTA
akan mengakibatkan tingginya tingkat persaingan, sehingga hanya perusahaan
besar yang mampu terus berkembang. Perusahaan besar tersebut di-perkirakan
terus menekan industri kecil yang pada umumnya kurang mampu bersaing dengan
para konglomerat. Untuk melindungi industri kecil tersebut, perlu diwujudkan
sebuah undang-undang anti monopoli atau membentuk suatu organisasi pemersatu
perusahaan-perusahaan berskala kecil.
6.
Upaya Meningkatkan Daya Saing Sektor Pertanian
Dalam upaya
meningkatkan peran ekspor sektor pertanian, perlu dikembangkan produk-produk
unggulan yang mampu bersaing di pasar, baik pasar domestik maupun pasar
internasional. Pengembangan produk-produk unggulan dilaksanakan melalui
serangkaian proses yang saling terkait serta membentuk suatu sistem agribisnis
yang terdiri dari sistem pra produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran
(Kartasasmita, 1996).
M. Jangka Waktu
Realisasi AFTA
1.
KTT ASEAN ke-9 tanggal 7-8
Oktober 2003 di Bali, dimana enam negara anggota ASEAN Original Signatories of
CEPT AFTA yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Philipina, Singapura
dan Thailand, sepakat untuk mencapai target bea masuk dengan tingkat tarif 0%
minimal 60% dari Inclusion List (IL) tahun 2003; bea masuk dengan tingkat tarif
0% minimal 80% dari Inclusion List (IL) tahun 2007; dan pada tahun 2010 seluruh
tarif bea masuk dengan tingkat tarif 0% harus sudah 100% untuk anggota ASEAN
yang baru, tarif 0% tahun 2006 untuk Vietnam, tahun 2008 untuk Laos dan Myanmar
dan tahun 2010 untuk Cambodja.
a.
Tahun 2000 : Menurunkan
tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos tarif dalam
Inclusion List (IL).
b.
Tahun 2001 : Menurunkan
tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah pos tarif dalam
Inclusion List (IL).
c.
Tahun 2002 : Menurunkan
tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam
Inclusion List (IL), dengan fleksibilitas.
d.
Tahun 2003 : Menurunkan
tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos tarif dalam
Inclusion List (IL), tanpa fleksibilitas.
2.
Untuk ASEAN-4 (Vietnam, Laos,
Myanmar dan Cambodja) realisasi AFTA dilakukan berbeda yaitu :
3.
Vietnam tahun 2006 (masuk ASEAN
tanggal 28 Juli 1995).
4.
Laos dan Myanmar tahun 2008
(masuk ASEAN tanggal 23 Juli 1997).
5.
Cambodja tahun 2010 (masuk
ASEAN tanggal 30 April 1999).
N. Jadwal
Penurunan dan atau Penghapusan Tarif Bea Masuk
a. Inclusion List
Negara Anggota
AFTA
|
Jadwal
Penurunan/Penghapusan
|
ASEAN -6
|
|
Vietnam
|
|
Laos dan Myanmar
|
|
Kamboja
|
|
b. Non Inclusion
list
§ TEL harus dipindah
ke IL
§ GEL dapat
dipertahankan apabila konsisten dengan artikel 9 CEPT Agreement,
yaitu untuk melindungi :
- Keamanan Nasional.
- Moral.
- Kehidupan Manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan dan
kesehatan.
- Benda-benda seni, bersejarah dan purbakala.
1 komentar:
kalo ngepost itu harus ada sumbernya kak.
Posting Komentar