SAAT AIR MATA NYA JATUH
Aku terhempas memandangi tetes demi tetes air yang keluar dari mata yang suci ibu ku. Batin ku mengamuk tak henti – henti. Air mata ku ikut jatuh karena tak kuasa melihatnya.
“ Mengapa ibu menangis???”. Tanya ku dalam hati.
Aku tidak pernah melihat nya bersedih sambil meneteskan air mata seperti itu. Aku merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam hati atau pun fikiranya. Aku ingin menghampirinya. Namun aku tak kuasa. Aku ingin menggendong adik ku yang tertidur dalam tangisan nya. Aku ingin memeluk ibu ku dan aku ingin menghapiri dan membantunya. Namun, apa daya ku, aku hanya gadis yang lemah yang tidak bisa diandalkan.
Aku jadi teringat saat tetangga ku bertanya tentang hutang nya pada ibuku. Ibuku menjelaskannya dengan terperinci. Ibuku bilang semua itu selalu ia catatkan karena ia tak mau memakan uang orang.
Ibuku menjelaskan nya dengan senyuman. Karena, bulan – bulan ini keluarga ku memang sedang krisis ekonomi. Aku pun bingung. Tak lama setelah itu, tetangga ku berpamitan dan manjanjikan hari untuk membayarnya. Dengan perasaan senang ibuku menceritakan semua pada ku. Aku pun ikut senang. Karena beban biaya akan berkurang.
Dengan waktu yang telah dijanjikan, ibuku menunggu dengan gelisah. Karena ia ingin mengobati kakak ku yang sedang sakit dengan uang yang akan di bayar oleh tetangga ku. Aku pun menjadi khawatir, kalau – kalau semua itu batal. Karena aku tidak ingin melihat kebahagiaan inu ku pudar.
“ Aduh, jadi ga ya???”. Sela ibuku.
Aku semakin khawatir. Lalu aku bermaksud untuk menghampiri ibuku.
“ Sabar lah bu. Kalu itu rezeki kita, kita pasti mendapatkannya. Lagian kalau mereka tidak membayarnya, keterlaluan sekali. Janji berapa hari tapi mereka mengingkarinya. Janji macam apa itu”.
“ ia yak, ibu mengerti. Tapi, lihat kakak mu. Hari – hari ini kan musim ulangan. Tapi, kasihan kakak mu. Dan kamu pun memerlukan uang untuk membayar SPP bukan?.
“ iya sih bu, tapi jangan terlalu di fikirkan nanti ibu bisa sakit. Ya sudah bu aku ada PR banyak, aku kekamar ya”.
Sebenarnya aku berbohong pada ibuku. Aku tidak kuasa menahan air mata ku. Dan aku tidak ingin menangis di depan orang yang paling aku sayangi. “ Huh.....Tuhan kirimkan ilhammu, aku ingin melihat kebahagiaan ibu ku”.
Ibu ku menghampiri ku dengan tatapan sayu. Dia menap ku tajam, entah apa yang ada dalam fikiran nya. “ Nak...”. Sela nya memecahkan keheningan.
“ Iya bu ada apa???”. Kata ku
“ Nak maafka ibu, ibu tidak tepati janji ibu, ibu sudah berusaha nak tapi....”
Ibuku tak meneruskan kata – kata nya, aku jadi tersentak mendengar kata – katanya. Aku tidak mengerti tapi aku mempunyai alasan, mengapa ibu berkata seperti itu.
“ Apa bu maksud ibu???”. Tanya ku pura – pura tak mengetahuinya.
“ Mengapa mereka tega bersenang – senang saat kita susah seperti ini. Apa ini balasan untuk kita karena sering membantu mereka. Dulu saat kita senang mereka ikut senang. Tapi, mengapa sekarang mereka bersenang – senang sedang kita menderita. Nak ketahuilah ibu begitu menyesal ketika ibu meminjamkan uang bayaran mu kepada mereka tampak sepengetahuan ayah mu”. Jelas ibu.
Begitu tersentak nya aku mendengar semua. Mereka begitu kurang hajar. Mereka henya mementingkan kesenangan nya tampak memikirkan nominal utang yang di tinggalkan begitu saja pada ibu ku.
“ Dasar, dengan enak nya mereka menyakiti ibu ku. Kalau bukan sodara aku tidak sudi memberikan listrik rumah ku pada mereka yang tidak pernah mereka bayar”. Jerit hatiku.
“ Sudah lah bu, Allah sedang menguji kita, ibu kan selalu bilang kalau setiap masalah pasti ada jalan keluar nya. Tenang lah bu semua ini pasti ada nya hikmah nya, ini hanya ujian bu hanya untuk menguji kesabaran kita. Andai mereka punya hati”.
“ nak, lihat kakak mu, dia mengeluh kesakitan ibu tidak tega melihat nya. Ibu ingin membawa nya ke Rumah sakit”. Keluh ibu ku.
Aku berfikir untuk membuka tabungan ku yang sudah lama dan tidak di ketahui ibuku. Mungkin akan sedikit membantu perekonomian keluarga ku.
“ ya, sudah nak, ibu pergi dulu kasihan adik mu menangis”
Tanpa fikir panjang, aku langsung membuka tabungan ku dan ku hitung hasil tabungan ku. “ Cukup lah untuk sekolah ku dan untuk kakak ku”. Jerit hati ku.
Aku bergegas menemui ibu ku. Ku lihat ibu ku sedang menangis menatap adikku. Aku mengurungkan niat ku untuk memberikan uang ku pada ibu ku saat itu. Aku baru berani sekarang. Dan kini aku pun masih melihat kejadian yang sama.
Aku menguat kan diriku dan aku memberikan uang ku untuk berobat kakak ku. Ibu ku memeluk ku, tak terasa kujatuh kan air mata ku di depan ibuku.
“ Nak, dari mana kamu mendapatkan uang sebanyak ini???”. Tanya ibu.
Aku menjelaskan semua pada ibu. Aku terharu dengan kata – kata ku sendiri. Ibu ku mememlukku. Aku tak kuasa melihat tangisan ibu ku.
“ Bu, aku ingin ibu jangan menangis lagi. Aku ingin seperti dulu bu, tanpa ada tangisan ibu. Aku tidak kuat bu”
“ Iya nak ibu berjanji demi kamu”.
Aku ke kamar ku, menangis sendiri tak kuasa akan hidup ku. Aku berjanji pada diri ku, tak akan aku membiar kan seorang pun menyakiti ibu ku. Karena ibu ku adalah oarng nomor satu di hatiku. Dan aku sangat mencintainya. Jadi siapa pun tak kan aku biarka menyakiti ibuku.
0 komentar:
Posting Komentar