Kebahagiaan yang Kumal


Kebahagiaan yang Kumal

            Hujan turun dengan sangat derasnya, di sertai angin yang bergemuruh menutupi suara ancaman hujan pada malam itu. Di dalam sebuah gubuk seorang gadis tampak tergesa – gesa membersihkan tempat tinggalnya yang di penuhi dengan air hujan. Gadis itu hidup sendiri dalam keadaan yang begitu menyedihkan. Gubuk tua tua yang sudah reot, adalah satu – satu nya peninggalan orang tuanya yang pergi entah kemana. Gadis itu bernama Cika.
            “ huh………….”Keluhnya. “
            “ Betapa hinanya hidup ku ini………Hidup dalam kesengsaraan yang selalu mengganggu ku siang maupun malam. Hidup ku tak berguna lagi, bahkan orang tuaku dengan teganya meninggalkan ku sendiri di atas tikar yang sudah jelek dan tak bermuka. Mengapa mereka setega itu meninggal kan ku sendiri???ahh….Apa daya hidup ku ini???hidup ku di penuhi dengan tanda tanya yang tak tau apa jawabannya. Aku seorang gadis, tapi mengapa hidup ku tak seperti layaknya gadis yang lain, mereka sering tertawa bahagia, bermain ke sana ke mari menikmati indahnya dunia yang telah di ciptakan oleh sang pencipta dengan begitu sempurnanya. Tapi mengapa hidup ku seperti ini??? Aku cemburu kepada mereka yang bahagia…..Siang dan malam aku menangis meratapi nasib yang begitu pahit, aku tidak boleh seperti ini, saat aku tinggal di dunia yang sementara dan sangat singkatnya…….sebelum aku mati dalam kesengsaraan aku ingin mencari kebahagiaan dan aku ingin merasakan sedikit saja kebahagiaan”. Keluh Cika sambil menangis meratapi nasibnya.
            Kokok ayam jantan seakan menggemparkan dunia pada pagi itu. “ Sepertinya ayam jantan itu hendak kesiangan, apa dia pun menangis meratapi nasibnya seperti aku??? Apa dia juga ingin mencari kebahagiaan??? Ahh…..betapa bodohnya diri ku ini, selain miskin ternyata aku pun bodoh…Tapi wajarlah aku belum pernah merasakan kehidupan di sekolah”. Sela Cika di atas tikarnya dengan mata yang memerah dan bengkak.
            “ Mau kemana aku ini??? Kemana akan ku cari kebahagiaan yang sangat ku ingin kan??? Apakah aku harus mabuk? Apakah aku harus mengarungi samudra biru, agar bisa mendapat kan ke bahagiaan itu???.....Tuhannn, betapa sulitnya mencari sedikit saja kebahagiaan, bantu aku….Aku mohon, bantulah aku…..”. Do’a Cika dalam lamunannya.
            Cika mengemasi setetes air minum untuk menemani perjalanannya dalam mengarungi samudra yang begitu luas nya. Tak lupa dia membereskan rumahnya yang akan di tinggalkan sementara bahkan selamanya.
            “ Huh... Betapa luasnya samudra ini. Bahkan air pun kini telah habis di minum matahari dangan segarnya. Mungkin aku harus berdiam sebentar untuk memulihkan kesegaran ku yang hilang di bawa matahari. Betapa malang nya engkau kaki ku, nasib mu ternyata sama dengan nasibku. Mungkin bila kau dapat berbicara, mungkinkah kau akan mengeluh seperti ku???...”. Sela Cika sambil meremas – remas kakinya.
            Di tengah lamunannya, Cika di hampiri seorang gadis yang sebaya dengan nya. Pakain nya kumal, bahkan sandalnya pun seperti bumi dan langit. Rambut nya yang tidak terurus menambah kekumalan yang ada pada dirinya. “ sedang apa engkau sahabat ku??sendiri dalam lamunan di tengah matahari yang begitu panas”. Sela gadis tersebut.
            Cika tertegun, lamunannya buyar menanggapi kata yang di ucapkan gadis itu. “ Siapa kamu???” sela Cika singkat.
“ Perkenalkan aku Runiar, siapa engkau sahabat ku???”. Jawab gadis itu
“ Runiar???....Nampak nya kamu asing dan aku seakan baru mendengar nama mu. Dari manakah kamu???Apakah kamu sama mencari kebahagiaan seperti aku ini??”
“Wooohh....Pertanyaan mu begitu banyak nya,pertanyaan mana yang harus aku jawab lebih dulu???....Huh.. Pertanyaan ku yang satu saja kamu tidak menjawabnya.....,”
            Cika tertegun, ia melihat dari atas hingga bawah gadis itu, ia memperhatikan dari ujung rambut hingga ujung kaki. “ Huh... Kumalnya gadis ini”. Bisik batin Cika. “ Aku Cika...Aku adalah orang yang sangat hina, yang pernah di ciptakan. Bayangkan aku tidak pernah merasakan kebahagiaan”.Jelas Cika sedih.
            Gadis itu hanya tersenyum manis, ke kumalannya seakan tertutupi dengan manis nya senyuman yang baru dia pancarkan. “Boleh kah aku ke rumah mu sahabat ku???”. Cika merasa keanehan. Karena dia tidak mempunyai sebuah pengalaman, dia merengut menutupi ke khawatiran dan ketakutannya. “ Apakah dia penjahat???”. Jerit batin Cika yang ikut ketakutan. “ Tenang saja, aku tidak akan menyakiti mu, aku tidak akan mencuri barang – barang mu, dan aku pun tidak akan melukai mu, tanang saja sahabat ku”.
            Kata yang begitu mengharukan, membuat nya seakan haru dan ingin menangis. Cika pun percaya, dan dia membawa kawan barunya  pergi kerumahnya. Gadis yang di kenal Cika begitu bersemangat nya. Walau Cika malu memperlihatkan gubuknya, namun ia mulai bersemangat saat melihat raut muka Runiar yang memancar kan keceriaan.
            “ Apakah ini rumah mu sahabat ku??”. Tanya Runiar. Cika hanya mengangguksaat Runiar berbicara kepadanya. Jelas saja Runiar berkata seperti itukarena Cika sadar pakaian yang di gunakannya jelek pasti rumahnya pun sangatlah jeleknya.
“ mari masuk, semoga engkau tidak menyesal nantinya”. Ajak Cika. Runiar mengangguk senang, dengan anggunnya dia masuk memasuki rumah Cika. Cika menuntunnya di depannya. “ Betapa indahnya ruangan mu ini, kau sangat beruntung dengan nasibmu”. “ Apa maksud mu???” Tanya Cika heran.
“Apa dia menghinaku???”. Jerit batin Cika.
            Runiar menceritakan pengalamannya, sekaligus keadaannya dengan penuh keceriaan. Dari awal dia di tinggal kan oleh kedua orang tuanya, sampai bisa bertemu dengan Cika. Perlahan Cika meneteskan air matanya, menandakan ke haruan yang amat mendalam kepada kawan yang baru saja ia kenal.
            “ Mengapa engkau menangis sahabat ku??”. Tanya Runiar ke heranan.
            “ Aku....Aku....Bodoh, aku tidak pernah Bersyukur seperti mu, ke seharian ku hanya melamun lalu menangis. Tak lebih. Hidup ku di penuhi dengan tanda tanya yang tak tahu apa jawabannya. Maukah kau hidup di sini bersamaku???”. Runiar begitu herannya. Pancaran merah Cika menggugat nya untuk menuruti permintaan yang Cika berikan. Awalnya ia menolak karena petualangannya belum menyampai finish yang dia harapkan. “ dengan senang hati aku inin hidup di istana yang megah ini”. Jelas Runiar. Dengan bahagia nya Cika memeluk Runiar dengan begitu eratnya, seakan tak ingin Cika berpisah bersama kawan barunya.
            Karena Cika dan Runiar pintar dalam memasak, mereka berencana membangun warung nasi kecil. Dengan modal yang cukup, yang selama ini Cika dan Runiar tabung ketika mereka hidup sebatang kara. Dengan bantuan do’a yang selalu mereka panjat kan akhirnya mereka bisa membangun warung nasi untuk menambah hasil melengkapi hidup. Dalam menjaga warungnya, mereka bercerita sambil tertawa – tawa. Karena hari sudah sore, mereka menutup warungnya.
            Terdengar adzan isya berkumandang samar – samar. Mereka lalu bersembahyang bersama – sama. Setalah bersembahyang, Runiar memutuskan untuk istirahat dulu.
            Cika memandangi Runiar yang sedang pulas nya tidur. Dia teringat saat pertama bertemu dengan nya. “ engkau pemancar kebahagiaan ku sahabatku, dari mu aku tahu apa itu bahagia, aku hanya mengharapkan sedikit saja kebahagiaan, tapi engkau sahabat ku memberi ku lebih dari sejuta kebahagiaan. Apakah ini kebahagiaan yang sesungguhnya??? Tuhan terima kasih engkau telah mengizin kan aku merasakan kebahagiaan yang sangat ku rindukan. Dan aku berjanji tidak akan merasakan kebahagiaan ku ini”. Jerit batin Cika yang sedih tapi bahagia. Dengan penuh kebahagiaan Cika tertidur di samping Runiar dengan pacaran ke bahagiakan yang menyilaukan bila terpandang.

0 komentar:

Posting Komentar