BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Banyak
sekali penyimpangan – penyimpangan yang dilakukan. Baik itu dari kalangan anak
– anak, remaja bahkan dewasa. Apa penyebab terkadinya perilaku penyimpangan
tersebut. Perlu diketahui, penyimpangan – penyimpangan banyak sekali macam nya
dan sangat merugikan baik itu untuk orang lain maupun untuk diri sendiri. Perlu
di ketahui juga, ternyata banyak sekali kasus – kasus yang mengakibat kan
keperibadian seseorang menjadi berubah akibat perilaku menyimpang.
Dengan kejadian
tersebut, semoga dengan di buat nya makalah ini bisa membantu semua kendala –
kendala yang terjadi. Karena dengan izin Allah SWT makalah ini di buat secara
relavan yang di dapat kan dari Internet, buku – buku pelajaran yang bersangkut
paut dengan materi ini.
Sekali lagi
semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu dan bisa mendukung untuk bisa
lebih menguasai materi tentang Perilaku
Menyimpang sekaligus bisa menjauh kan diri dari perbuatan yang tidak baik.
1.2
Permasalahan
Ø Banyak
sekali pokok – pokok masalah yang ada kaitan nya dengan Penyimpangan social.
Dan banyak sekali pengertian – pengertian yang menyangkut pada perilaku
penyimpangan baik itu secar umum maupun dari para ahli.
Ø Bagaimana
proses pembentukan perilaku menyimpang?
Ø Apa
saja bentuk – bentuk perilaku menyimpang?
Ø Apa
saja cirri – cirri perilaku menyimpang?
Ø Dalam masyarakat kita mengenal dua sifat perilaku menyimpang yaitu
perilaku menyimpang yang bersifat positif dan perilaku menyimpang yang bersifat
negatif.
Ø Dalam sosiologi dikenal berbagai teori yang membahas perilaku
menyimpang, yaitu Teori Pergaulan Berbeda, Teori Fungsi, dan Teori Tipologi
Adaptasi.
Ø Ada beberapa sebab munculnya sikap antisosial di masyarakat, apa
saja diantaranya?
Ø
Penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi dari Nilai- Nilai Subkebudayaan
Menyimpang
Ø Apa itu pengendalian social?
1.3
Tujuan
Tujuan di buat nya
makalah ini untuk bisa mencegah agar terhindar dari perilaku yang
menyimpang yang mungkin sedang
merajalela. Dan di buat nya makalah ini untuk lebih bisa memperjelas tentang
perilaku menyimpang yang sangat merugikan baik untuk diri sendiri maupun untuk
orang lain.
1.4
Metode
Metode pembuatan
makalah ini diambil dari internet dari berbagai macam alamat – alamat dan buku
– buku pelajaran yang ada kaitan nya dengan materi. Dan dengan izin Allah SWT
makalah ini dapat selesai walau pun belum sempurna.
1.5
Kegunaan
Adapun
kegunaan – kegunaan setelah membuat makalah ini, di antaranya :
Ø Banyak
sekali pokok – pokok masalah yang ada kaitan nya dengan Penyimpangan social.
Dan banyak sekali pengertian – pengertian yang menyangkut pada perilaku
penyimpangan baik itu secar umum maupun dari para ahli. Dan kita bisa
mengetahuinya.
Ø Kita
bisa mengetahui bagaimana proses pembentukan perilaku menyimpang.
Ø Bisa
mengetahui bentuk – bentuk perilaku menyimpang.
Ø Bisa
mengetahui cirri – cirri perilaku menyimpang.
Ø Dalam masyarakat kita mengenal dua sifat perilaku menyimpang yaitu
perilaku menyimpang yang bersifat positif dan perilaku menyimpang yang bersifat
negatif.
Ø Dalam sosiologi dikenal berbagai teori yang membahas perilaku
menyimpang, yaitu Teori Pergaulan Berbeda, Teori Fungsi, dan Teori Tipologi
Adaptasi.
Ø Bisa mengetahi ada beberapa sebab munculnya sikap antisosial di
masyarakat.
Ø
Bisa mengetahui penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi dari Nilai- Nilai
Subkebudayaan Menyimpang.
Ø
Bisa mengetahui apa itu pengendalian social.
1.6
Sistematika
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Permasalahan
1.3
Tujuan
1.4
Metode
1.5
Kegunaan
1.6
Sistematika
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perilaku Menyimpang
2.2 Proses Pembentukan Perilaku Menyimpang
2.3 Bentuk-Bentuk Perilaku
Menyimpang
2.4 Ciri-Ciri Perilaku
Menyimpang
2.5 Sifat-Sifat Perilaku Menyimpang
2.6 Tipe-Tipe Perilaku
Menyimpang
2.7 Teori-Teori Perilaku
Menyimpang
2.8 Sebab
Terjadinya Sikap Antisosial
2.9 Penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi
dari Nilai- Nilai Subkebudayaan Menyimpang
2.10 Pengendalian Sosial
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perilaku Menyimpang
Dalam
kenyataan sehari-hari, tidak semua orang bertindak berdasarkan norma-norma dan
nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Tindakan yang tidak sesuai dengan
norma dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat dinamakan perilaku
menyimpang. Penyimpangan terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang tidak
mematuhi norma atau patokan dan nilai yang sudah baku di masyarakat.
Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation),
sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan ini disebut dengan
devian (deviant).
Berikut ini
pengertian perilaku menyimpang menurut pandangan beberapa ahli.
a. James Vander Zenden
Menyebutkan
bahwa penyimpangan adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap
sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
b. Robert M.Z. Lawang
Mengungkapkan
penyimpangan adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku
dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam
sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang itu.
c. Bruce J. Cohen
Mengatakan
bahwa perilaku menyimpang adalah setiap perilaku yang tidak berhasil
menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu
dalam masyarakat.
d. Paul B. Horton
Mengutarakan
bahwa penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran
terhadap norma-norma kelompok atau masyaraka
e. Lewis Coser
Mengemukakan
bahwa perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk menyesuaikan
kebudayaan dengan perubahan sosial.
2.2 Proses Pembentukan Perilaku Menyimpang
Bagaimanakah sebenarnya
pembentukan perilaku menyimpang dalam masyarakat? Dan faktor-faktor apa sajakah
yang turut memengaruhinya? Mari kita bahas dalam subpokok bahasan ini.
a. Faktor Biologis
Cesare
Lombrosso, seorang kriminolog dari Italia,
dalam bukunya Crime, Its Causes and Remedies (1918) memberikan
gambaran tentang perilaku menyimpang yang dikaitkan dengan bentuk tubuh
seseorang. Dengan tegas, Lombrosso mengatakan bahwa ditinjau dari segi biologis
penjahat itu keadaan fisiknya kurang maju apabila dibandingkan dengan keadaan
fisik orang-orang biasa. Lombrosso berpendapat bahwa orang yang jahat dicirikan
dengan ukuran rahang dan tulang-tulang pipi panjang, kelainan pada mata yang
khas, tangan beserta jari-jarinya dan jari-jari kaki relatif besar, serta
susunan gigi yang abnormal.
Sementara itu
William Sheldon, seorang kriminolog Inggris dalam bukunya Varieties
of Delinquent Youth (1949) membedakan bentuk tubuh manusia yang mempunyai
kecenderungan melakukan penyimpangan ke dalam tiga bentuk, yaitu endomorph,
mesomorph, dan ectomorph yang masing-masing memiliki
ciri-ciri tertentu.
1) Endomorph (Bulat dan Serba
Lembek)
Orang dengan
bentuk tubuh ini menurut kesimpulannya dapat terpengaruh untuk melakukan
perilaku menyimpang, karena sangat mudah tersinggung dan cenderung suka
menyendiri.
2) Mesomorph (Atletis, Berotot
Kuat, dan Kekar)
Orang dengan
bentuk tubuh seperti ini sering menunjukkan sifat kasar dan bertekad untuk
menuruti hawa nafsu atau keinginannya. Bentuk demikian ini biasanya identik
dengan orang jahat yang paling sering melakukan perilaku menyimpang.
3) Ectomorph (Kurus Sekali dan
Memperlihatkan Kelemahan Daya)
Orang yang
seperti ini selalu menunjukkan kepasrahan, akan tetapi apabila mendapat
penghinaan-penghinaan yang luar biasa tekanan jiwanya dapat meledak, dan
barulah akan terjadi perilaku menyimpang darinya.
b. Faktor Psikologis
Banyak ahli
sosiologi yang cenderung untuk menerima sebab-sebab psikologis sebagai penyebab
pembentukan perilaku menyimpang. Misalnya hubungan antara orang tua dan anak
yang tidak harmonis. Banyak orang meyakini bahwa hubungan antara orang tua dan
anak merupakan salah satu ciri yang membedakan orang ‘baik’ dan orang ‘tidak
baik’. Sikap orang tua yang terlalu keras maupun terlalu lemah seringkali
menjadi penyebab deviasi pada anak-anak.
c. Faktor Sosiologis
Dari sudut
pandang sosiologi, telah banyak teori yang dikembangkan untuk menerangkan
faktor penyebab perilaku menyimpang. Misalnya, ada yang menyebutkan kawasan
kumuh (slum) di kota besar sebagai tempat persemaian deviasi dan ada
juga yang mengatakan bahwa sosialisasi yang buruk membuat orang berperilaku
menyimpang. Selanjutnya ditemukan hubungan antara ‘ekologi’ kota dengan
kejahatan, mabuk-mabukan, kenakalan remaja, dan bunuh diri. Untuk lebih
jelasnya, berikut ini akan diuraikan beberapa sebab atau proses terjadinya
perilaku menyimpang ditinjau dari faktor sosiologis.
1)
Penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi yang Tidak Sempurna
Menurut teori
sosialisasi, perilaku manusia, baik yang menyimpang maupun yang tidak
dikendalikan oleh norma dan nilai yang dihayati. Apabila sosialisasi tidak
sempurna akan menghasilkan perilaku yang menyimpang. Sosialisasi yang tidak
sempurna timbul karena nilai-nilai atau norma-norma yang dipelajari kurang
dapat dipahami dalam proses sosialisasi, sehingga seseorang bertindak tanpa
memperhitungkan risiko yang akan terjadi.
Contohnya
anak sulung perempuan, dapat berperilaku seperti laki-laki sebagai akibat
sosialisasi yang tidak sempurna di lingkungan keluarganya. Hal ini terjadi
karena ia harus bertindak sebagai ayah, yang telah meninggal. Di pihak lain,
media massa, terutama sering menyajikan gaya hidup yang tidak sesuai dengan
anjuran-anjuran yang disampaikan dalam keluarga atau sekolah. Di dalam keluarga
telah ditanamkan perilaku pemaaf, tidak balas dendam, mengasihi, dan lain-lain,
tetapi di televisi selalu ditayangkan adegan kekerasan, balas dendam, fitnah,
dan sejenisnya.
Nilai-nilai
kebaikan yang ditawarkan oleh keluarga dan sekolah harus berhadapan dengan
nilai-nilai lain yang ditawarkan oleh media massa, khususnya televisi. Proses
sosialisasi seakan-akan tidak sempurna karena adanya saling pertentangan antara
agen sosialisasi yang satu dengan agen yang lain, seperti antara sekolah dan
keluarga berhadapan dengan media massa. Lama kelamaan seseorang akan
terpengaruh dengan cara-cara yang kurang baik, sehingga terjadilah
penyimpanganpenyimpangan dalam masyarakat.
2)
Penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi dari Nilai- Nilai Subkebudayaan
Menyimpang
Shaw dan Mc. Kay mengatakan bahwa daerah-daerah yang
tidak teratur dan tidak ada organisasi yang baik akan cenderung melahirkan
daerah kejahatan. Di daerahdaerah yang demikian, perilaku menyimpang
(kejahatan) dianggap sebagai sesuatu yang wajar yang sudah tertanam dalam
kepribadian masyarakat itu. Dengan demikian, proses sosialisasi tersebut
merupakan proses pembentukan nilai-nilai dari subkebudayaan yang menyimpang.
Contohnya di
daerah lingkungan perampok terdapat nilai dan norma yang menyimpang dari
kebudayaan setempat. Nilai dan norma sosial itu sudah dihayati oleh anggota
kelompok sebagai proses sosialisasi yang wajar. Perilaku menyimpang seperti di
atas merupakan penyakit mental yang banyak berpengaruh terhadap kehidupan
masyarakat. Sehubungan dengan itu kita mengenal konsep anomie yang
dikemukakan oleh Emile Durkheim. Anomie adalah
keadaan yang kontras antara pengaruh subkebudayaan-subkebudayaan dengan
kenyataan sehari-hari dalam masyarakat. Indikasinya adalah masyarakat
seakan-akan tidak mempunyai aturan-aturan yang dijadikan pegangan atau pedoman
dan untuk ditaati bersama.
Akibat tidak
adanya keserasian dan keselarasan, normanorma dalam masyarakat menjadi lumpuh
dan arahnya menjadi samar-samar. Apabila hal itu berlangsung lama dalam
masyarakat, maka besar pengaruhnya terhadap proses sosialisasi. Anggota
masyarakat akan bingung dan sulit memperoleh pedoman. Akhirnya, mereka memilih
cara atau jalan sendiri-sendiri. Jalan yang ditempuh tidak jarang berupa
perilaku-perilaku yang menyimpang.
3)
Proses Belajar yang Menyimpang
Mekanisme
proses belajar perilaku menyimpang sama halnya dengan proses belajar terhadap
hal-hal lain yang ada di masyarakat. Proses belajar itu dilakukan terhadap
orang-orang yang melakukan perbuatan menyimpang. Misalnya, seorang anak yang
sering mencuri uang dari tas temannya mula-mula mempelajari cara mengambil uang
tersebut mulai dari cara yang paling sederhana hingga yang lebih rumit. Cara
ini dipelajarinya melalui media maupun secara langsung dari orang yang
berhubungan dengannya. Penjelasan ini menerangkan bahwa untuk menjadi penjahat
kelas ‘kakap’, seseorang harus mempelajari terlebih dahulu bagaimana cara yang
paling efisien untuk beroperasi.
4)
Ikatan Sosial yang Berlainan
Dalam
masyarakat, setiap orang biasanya berhubungan dengan beberapa kelompok yang
berbeda. Hubungan dengan kelompok-kelompok tersebut akan cenderung membuatnya
mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang paling dihargainya. Dalam
hubungan ini, individu tersebut akan memperoleh pola-pola sikap dan perilaku
kelompoknya. Apabila pergaulan itu memiliki pola-pola sikap dan perilaku yang
menyimpang, maka kemungkinan besar ia juga akan menunjukkan pola-pola perilaku
menyimpang. Misalnya seorang anak yang bergaul dengan kelompok orang yang
sering melakukan aksi kebut-kebutan di jalan raya. Kemungkinan besar dia juga
akan melakukan tindakan serupa.
5)
Ketegangan antara Kebudayaan dan Struktur Sosial
Setiap
masyarakat tidak hanya memiliki tujuan-tujuan yang dianjurkan oleh
kebudayaannya, tetapi juga caracara yang diperkenankan oleh kebudayaannya itu
untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Apabila seseorang tidak
diberi peluang untuk menggunakan caracara ini dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya, maka kemungkinan besar akan terjadi perilaku menyimpang. Misalnya
dalam sebuah perusahaan, pengusaha memberikan upah kepada buruhnya di bawah
standar UMK. Hal itu apabila dibiarkan berlarut-larut, maka ada kemungkinan si
buruh akan melakukan penyimpangan, seperti melakukan demonstrasi atau mogok
kerja.
2.3 Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang
Di masyarakat
kita mengenal bentuk-bentuk penyimpangan yang terdiri atas penyimpangan
individual (individual deviation), penyimpangan kelompok (group
deviation), dan penyimpangan gabungan dari keduanya (mixture of both
deviation). Terkadang ada pula yang menambahkan dengan penyimpangan primer
(primary deviation) dan penyimpangan sekunder (secondary deviation).
a. Penyimpangan
Individual (Individual Deviation)
Penyimpangan
ini biasanya dilakukan oleh orang yang telah mengabaikan dan menolak
norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Orang seperti itu biasanya
mempunyai kelainan atau mempunyai penyakit mental sehingga tidak dapat
mengendalikan dirinya. Contohnya seorang anak yang ingin menguasai warisan atau
harta peninggalan orang tuanya. Ia mengabaikan saudarasaudaranya yang lain. Ia
menolak norma-norma pembagian warisan menurut adat masyarakat maupun menurut
norma agama. Ia menjual semua peninggalan harta orang tuanya untuk kepentingan
diri sendiri.
Penyimpangan yang
bersifat individual sesuai dengan kadar penyimpangannya dibedakan atas
pembandel, pembangkang, perusuh atau penjahat, dan munafik.
1)
Pembandel, yaitu penyimpangan karena tidak
patuh pada nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang kurang baik.
2)
Pembangkang, yaitu penyimpangan karena tidak
taat pada peringatan orang-orang.
3)
Pelanggar, yaitu penyimpangan karena melanggar
norma-norma umum yang berlaku. Misalnya orang yang melanggar rambu-rambu lalu
lintas pada saat di jalan raya.
4)
Perusuh atau penjahat, yaitu penyimpangan
karena mengabaikan norma-norma umum sehingga menimbulkan kerugian harta benda
atau jiwa di lingkungannya. Misalnya pencuri, penjambret, penodong, dan
lain-lain.
5)
Munafik, yaitu penyimpangan karena tidak
menepati janji, berkata bohong, berkhianat, dan berlagak membela.
b. Penyimpangan Kelompok
(Group Deviation)
Penyimpangan
ini dilakukan oleh sekelompok orang yang tunduk pada norma kelompoknya, namun
bertentangan dengan norma masyarakat yang berlaku. Penyimpangan ini terjadi dalam
subkebudayaan menyimpang yang umumnya telah memiliki norma, nilai, sikap, dan
tradisi sendiri, sehingga cenderung untuk menolak norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat yang lebih luas. Contohnya kelompok orang yang menyelundupkan
serta menyalahgunakan narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya, teroris,
kelompok preman, dan separatis. Mereka memiliki aturan-aturan sendiri yang
harus dipatuhi oleh anggotanya.
Dalam
melakukan aksinya, mereka memiliki aturan permainan yang cermat, termasuk dalam
membentuk jaringan yang kuat untuk melakukan kejahatannya, sehingga sulit
dilacak dan dibongkar pihak yang berwenang, dalam hal ini kepolisian.
c. Penyimpangan Campuran
(Mixture of Both Deviation)
Sebagian
remaja yang putus sekolah (penyimpangan individual) dan pengangguran yang
frustasi (penyimpangan individual), biasanya merasa tersisih dari pergaulan dan
kehidupan masyarakat. Mereka sering berpikir seperti anak orang berkecukupan,
yang akhirnya menempuh jalan pinta untuk hidup enak. Di bawah pimpinan seorang tokoh
yang terpilih karena kenekatan dan kebrutalannya, mereka berkelompok dalam
‘organisasi rahasia’ (penyimpangan kelompok) dengan memiliki norma yang mereka
buat sendiri. Pada dasarnya norma yang mereka buat bertentangan dengan norma
yang berlaku umum di masyarakat.
Penyimpangan
seperti itu ada yang dilakukan oleh suatu golongan sosial yang memiliki
organisasi yang rapi, sehingga individu ataupun kelompok di dalamnya taat dan
tunduk kepada norma golongan yang secara keseluruhan mengabaikan norma yang berlaku.
Misalnya gank-gank anak nakal. Kelompok semacam itu dapat berkembang
menjadi semacam kelompok mafia dunia kejahatan yang terdiri atas preman-preman
yang sangat meresahkan masyarakat.
d. Penyimpangan Primer (Primary Deviation)
Penyimpangan
ini dilakukan oleh seseorang, di mana hanya bersifat temporer atau sementara
dan tidak berulang-ulang. Individu yang melakukan penyimpangan ini masih dapat
diterima oleh masyarakat karena hidupnya tidak didominasi oleh pola perilaku
menyimpang tersebut dan di lain kesempatan tidak akan melakukannya lagi.
Misalnya seorang siswa yang terlambat masuk sekolah karena ban sepeda motornya
bocor, seseorang yang menunda pembayaran pajak karena alasan keuangan yang
tidak mencukupi, atau pengemudi kendaraan bermotor yang sesekali melanggar
rambu-rambu lalu lintas.
e. Penyimpangan Sekunder
(Secondary Deviation)
Penyimpangan
ini dilakukan oleh seseorang secara terusmenerus, sehingga akibatnya pun cukup
parah serta mengganggu orang lain. Dalam penyimpangan ini, seseorang secara
khas memperlihatkan perilaku menyimpang yang secara umum dikenal sebagai
seorang yang menyimpang. Masyarakat tidak dapat menerima dan tidak menghendaki
individu semacam itu hidup bersama dalam masyarakat mereka. Misalnya seorang
siswa yang sering tidak masuk sekolah tanpa keterangan. Contoh lainnya adalah
seseorang yang sering mabuk-mabukan baik di rumah, di pesta, maupun di tempat
umum serta seseorang yang sering melakukan pencurian, perampokan, dan tindak
kriminal lainnya.
Bentuk-bentuk
penyimpangan tersebut harus diatasi karena penyimpangan menyangkut masalah
mental perilaku. Misalnya, melalui berbagai penataran, pendidikan keagamaan,
pemulihan disiplin, serta pelatihan-pelatihan lainnya.
2.4 Ciri-Ciri Perilaku Menyimpang
Kita tahu
bahwa perilaku menyimpang merupakan tindakan yang tidak dikehendaki oleh
masyarakat karena telah melanggar norma atau aturan-aturan yang berlaku. Namun
tetap saja perilaku menyimpang itu ada dalam masyarakat. Ada beberapa kriteria
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu tindakan dikatakan sebagai
perilaku menyimpang. Tahukah kamu, ciri-ciri apa sajakah yang dimaksud? Menurut
Paul B. Horton, penyimpangan sosial memiliki ciri-ciri sebagai
berikut.
a. Penyimpangan Harus
Dapat Didefinisikan
Suatu
perbuatan anggota masyarakat dapat dikatakan menyimpang apabila memang
didefinisikan sebagai menyimpang. Perilaku menyimpang bukanlah semata-mata ciri
tindakan yang dilakukan orang, melainkan akibat dari adanya peraturan dan
penerapan sanksi yang dilakukan oleh orang lain terhadap perilaku tersebut.
Singkatnya, penilaian menyimpang tidaknya suatu perilaku harus berdasar
kriteria tertentu dan diketahui penyebabnya.
b. Penyimpangan Bisa
Diterima Bisa juga Ditolak
Perilaku
menyimpang ada yang positif dan negatif. Positif, apabila penyimpangan yang
diterima bahkan dipuji dan dihormati, seperti penemuan baru oleh para ahli itu
kadangkadang bertentangan budaya masyarakat. Sedangkan penyimpangan negatif
adalah penyimpangan yang ditolak oleh masyarakat, seperti perampokan,
pembunuhan terhadap etnis tertentu, dan menyebarkan teror dengan bom atau gas
beracun.
c. Penyimpangan Relatif
dan Mutlak
Dalam
masyarakat, tidak ada seorang pun yang masuk dalam kategori sepenuhnya penurut
(konformis) ataupun sepenuhnya penyimpang (orang yang benar-benar menyimpang).
Orang yang termasuk kedua kategori itu justru akan mengalami kesulitan dalam
kehidupannya.
Pada dasarnya
semua orang normal sesekali pernah melakukan tindakan menyimpang, tetapi pada
batas-batas tertentu yang bersifat relatif untuk setiap orang. Perbedaannya
hanya pada frekuensi dan kadar penyimpangannya saja. Secara umum, penyimpangan
yang dilakukan tiap orang cenderung relatif. Bahkan orang yang tadinya
penyimpang mutlak lambat laun harus berkompromi dengan lingkungannya.
d. Penyimpangan terhadap
Budaya Nyata ataukah Budaya Ideal
Budaya ideal
adalah segenap peraturan hukum yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat.
Dalam kenyataan di masyarakat, banyak anggota masyarakat yang tidak patuh
terhadap segenap peraturan resmi tersebut. Jadi antara budaya nyata dengan
budaya ideal selalu terjadi kesenjangan. Artinya, peraturan yang telah menjadi
pengetahuan umum dalam kenyataan sehari-hari cenderung banyak dilanggar.
Contohnya peraturan mengenai penggunaan helm pada saat mengendarai sepeda motor.
Banyak masyarakat yang melanggar peraturan tersebut, di mana kita dapat melihat
di jalan-jalan banyak orang mengendarai sepeda motor tanpa memakai helm.
e. Terdapat Norma-Norma
Penghindaran dalam Penyimpangan
Norma
penghindaran ini muncul apabila pada suatu masyarakat terdapat nilai atau norma
yang melarang suatu perbuatan yang ingin sekali diperbuat oleh banyak orang.
Apakah norma penghindaran itu? Pola perbuatan yang dilakukan orang untuk
memenuhi keinginan mereka, tanpa harus menentang nilai-nilai tata kelakuan
secara terbuka. Jadi, norma-norma penghindaran merupakan suatu bentuk
penyimpangan perilaku yang bersifat setengah melembaga (semi-institusionalized).
f. Penyimpangan Sosial
Bersifat Adaptif (Menyesuaikan)
Tidak
selamanya penyimpangan sosial menjadi ancaman bagi kehidupan masyarakat, karena
kadang-kadang dapat dianggap sebagai alat pemelihara stabilitas sosial.
Perilaku apa yang kita harapkan dari orang lain, apa yang orang lain inginkan
dari kita, serta wujud masyarakat seperti apa yang pantas bagi sosialisasi
anggotanya. Di lain pihak, perilaku menyimpang merupakan salah satu cara untuk
menyesuaikan kebudayaan dengan perubahan sosial. Tidak ada masyarakat yang
mampu bertahan dalam kondisi statis untuk jangka waktu yang lama. Masyarakat
yang terisolasi sekalipun akan mengalami perubahan. Ledakan penduduk, perubahan
teknologi, serta hilangnya kebudayaan lokal dan tradisional mengharuskan banyak
orang menerapkan norma-norma baru.
2.5 Sifat-Sifat Perilaku Menyimpang
Dalam
masyarakat kita mengenal dua sifat perilaku menyimpang yaitu perilaku
menyimpang yang bersifat positif dan perilaku menyimpang yang bersifat negatif.
a. Penyimpangan yang
Bersifat Positif
Penyimpangan
yang bersifat positif adalah penyimpangan yang tidak sesuai dengan
aturan-aturan atau norma-norma yang berlaku, tetapi mempunyai dampak positif
terhadap sistem sosial. Atau dengan kata lain, penyimpangan yang terarah pada
nilai-nilai sosial yang ideal (didambakan) walaupun cara atau tindakan yang
dilakukan itu seolah-olah atau tampaknya menyimpang dari norma yang berlaku,
padahal sebenarnya tidak. Seseorang dikatakan menyimpang secara positif apabila
dia berusaha merealisasikan suatu citacita, namun masyarakat pada umumnya
menolak atau tidak dapat menerima caranya. Akibatnya orang tersebut akan
menerima celaan dari masyarakat. Dapatkah kamu menyebutkan contoh-contohnya?
b. Penyimpangan yang
Bersifat Negatif
Penyimpangan
negatif adalah kecenderungan bertindak ke arah nilai-nilai sosial yang
dipandang rendah dan akibatnya selalu buruk. Jenis tindakan seperti ini
dianggap tercela dalam masyarakat. Si pelaku bahkan bisa dikucilkan dari
masyarakat. Bobot penyimpangan negatif itu diukur menurut kaidah susila dan
adat istiadat, sehingga sanksi yang diberikan kepada pelanggarnya dinilai lebih
berat daripada pelanggaran terhadap tata cara dan sopan santun. Contohnya
pencurian, perampokan, pelacuran, dan pemerkosaan.
2.6 Tipe-Tipe Perilaku Menyimpang
Menurut Robert
M.Z. Lawang, perilaku menyimpang dapat digolongkan menjadi empat tipe,
yaitu tindakan kriminal atau kejahatan, penyimpangan seksual, penyimpangan
dalam bentuk pemakaian atau konsumsi secara berlebihan, serta penyimpangan
dalam gaya hidup (lifestyle).
a. Tindakan Kriminal
atau Kejahatan
Tindakan
kriminal merupakan suatu bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok terhadap nilai dan norma atau peraturan perundang-undangan yang
berlaku di masyarakat. Kita mengenal dua jenis kejahatan seperti yang tercantum
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu violent offenses dan property
offenses.
1) Violent offenses atau kejahatan yang disertai dengan kekerasan pada orang lain,
seperti pembunuhan, penganiayaan, pemerkosaan, dan lain sebagainya.
2) Property offenses atau kejahatan yang menyangkut hak milik orang lain, seperti perampasan,
pencurian tanpa kekerasan, dan lain sebagainya. Sementara itu Light,
Keller, dan Callhoun dalam bukunya yang berjudul Sociology
(1989) membedakan kejahatan menjadi empat tipe, yaitu crime without
victim, organized crime, white collar crime, dan corporate
crime.
1) White Collar Crime (Kejahatan
Kerah Putih)
Kejahatan ini
mengacu pada kejahatan yang dilakukan oleh orang yang terpandang atau berstatus
tinggi dalam hal pekerjaannya. Contohnya penghindaran pajak, penggelapan uang
perusahaan, manipulasi data keuangan sebuah perusahaan (korupsi), dan lain
sebagainya.
2) Crime Without Victim (Kejahatan
Tanpa Korban)
Kejahatan
tidak menimbulkan penderitaan pada korban secara langsung akibat tindak pidana
yang dilakukan. Contohnya berjudi, mabuk, dan hubungan seks yang tidak sah
tetapi dilakukan secara sukarela.
3) Organized Crime (Kejahatan
Terorganisir)
Kejahatan ini
dilakukan secara terorganisir dan berkesinambungan dengan menggunakan berbagai
cara untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan (biasaya lebih ke materiil)
dengan jalan menghindari hukum. Contohnya penyedia jasa pelacuran, penadah
barang curian, perdagangan perempuan ke luar negeri untuk komoditas seksual,
dan lain sebagainya.
4) Corporate Crime (Kejahatan
Korporasi)
Kejahatan ini
dilakukan atas nama organisasi formal dengan tujuan menaikkan keuntungan dan
menekan kerugian. Lebih lanjut Light, Keller, dan Callhoun membagi tipe
kejahatan korporasi ini menjadi empat, yaitu kejahatan terhadap konsumen,
kejahatan terhadap publik, kejahatan terhadap pemilik perusahaan, dan kejahatan
terhadap karyawan.
b. Penyimpangan Seksual
Penyimpangan
seksual adalah perilaku seksual yang tidak lazim dilakukan oleh masyarakat.
Adapun beberapa jenis perilaku ini di antaranya adalah sebagai berikut.
1)
Perzinaan, yaitu hubungan seksual di luar
nikah.
2)
Homoseksual, yaitu hubungan seksual yang
dilakukan dengan sesama jenis. Homoseksual dibedakan atas lesbian dan homoseks.
Lesbian adalah sebutan bagi wanita yang melakukan hubungan seksual dengan
sesama wanita, sedangkan homoseks adalah sebutan bagi pria yang melakukan
hubungan seksual dengan sesama pria.
3)
Kumpul kebo, yaitu hidup bersama seperti suami
istri, namun tanpa ada ikatan pernikahan.
4) Sadomasochist, yaitu pemuasan nafsu seksual dengan melakukan penyiksaan terhadap
pasangannya.
5) Paedophilia, yaitu memuaskan keinginan seksual yang dilampiaskan kepada anak
kecil.
6)
Sodomi, yaitu hubungan seksual yang dilakukan
melalui anus atau dubur.
7) Gerontophilia, yaitu hubungan seksual yang dilakukan dengan orang-orang lanjut
usia.
c. Penyimpangan dalam
Bentuk Pemakaian atau Konsumsi Berlebihan
Penyimpangan
ini biasanya diidentikkan dengan pemakaian dan pengedaran narkoba atau
obat-obatan terlarang serta alkoholisme. Hal ini lebih banyak terjadi pada kaum
remaja karena perkembangan emosi mereka yang belum stabil dan cenderung ingin
mencoba serta adanya rasa keingintahuan yang besar terhadap suatu hal.
Menurut Dr.
Graham Baliane (Kartini Kartono, 1992) kaum muda atau remaja lebih
mudah terjerumus pada penggunaan narkotika karena faktor-faktor sebagai
berikut.
1) Ingin membuktikan
keberaniannya dalam melakukan tindakan berbahaya.
2) Ingin menunjukkan tindakan
menentang terhadap orang tua yang otoriter.
3) Ingin melepaskan diri dari
kesepian dan memperoleh pengalaman emosional.
4) Ingin mencari dan menemukan
arti hidup.
5) Ingin mengisi kekosongan dan
kebosanan.
6) Ingin menghilangkan
kegelisahan.
7) Solidaritas di antara kawan.
Penggunaan
obat-obatan terlarang dan alkohol secara berlebih dilarang oleh hukum karena
dapat mendorong terjadinya tindak kriminal yang lain. Selain dapat membahayakan
diri sendiri dan orang lain. Bahaya terhadap diri sendiri, antara lain dapat
merusak organ-organ tubuh, sehingga tidak berfungsi sempurna, bahkan susunan
syaraf yang berfungsi sebagai pengendali daya pikir turut pula dirusak.
Akibatnya tidak dapat berpikir secara rasional dan cenderung untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat.
d. Penyimpangan dalam
Bentuk Gaya Hidup
Di
masyarakat, kita bisa menemukan berbagai gaya hidup yang antara orang yang satu
dengan orang yang lain mungkin terdapat perbedaan-perbedaan. Gaya hidup setiap
orang bisa dipengaruhi oleh lingkungan, pendapatan, kemampuan pribadi, dan
lain-lain. Namun demikian gaya hidup seseorang juga dapat menimbulkan suatu
penyimpangan dalam masyarakat. Gaya hidup yang bagaimanakah itu? Ada dua bentuk
penyimpangan dalam gaya hidup yang lain dari biasanya, yaitu sikap organisasi
dan sikap eksentrik.
1) Sikap
arogansi adalah kesombongan terhadap sesuatu yang dimilikinya seperti kekayaan,
kekuasaan, dan kepandaian. Atau bisa saja sikap itu dilakukan untuk menutupi
kekurangannya.
2) Sikap
eksentrik adalah perbuatan yang menyimpang dari biasanya, sehingga dianggap
aneh. Misalnya anak lakilaki memakai anting-anting, berambut panjang.
2.7 Teori-Teori Perilaku Menyimpang
Dalam
sosiologi dikenal berbagai teori yang membahas perilaku menyimpang, yaitu Teori
Pergaulan Berbeda, Teori Fungsi, dan Teori Tipologi Adaptasi.
a. Teori Pergaulan
Berbeda (Differential Association)
Teori ini
dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland. Menurut teori ini,
penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah
menyimpang. Penyimpangan diperoleh melalui proses alih budaya (cultural
transmission). Melalui proses ini seseorang mempelajari suatu
subkebudayaan menyimpang (deviant subculture).
Contohnya
perilaku siswa yang suka bolos sekolah. Perilaku tersebut dipelajarinya dengan
melakukan pergaulan dengan orang-orang yang sering bolos sekolah. Melalui
pergaulan itu ia mencoba untuk melakukan penyimpangan tersebut, sehingga
menjadi pelaku perilaku menyimpang.
b. Teori Labelling
Teori ini
dikemukakan oleh Edwin M. Lemert. Menurut teori ini, seseorang
menjadi penyimpang karena proses labelling yang diberikan masyarakat
kepadanya. Maksudnya adalah pemberian julukan atau cap yang biasanya negatif
kepada seseorang yang telah melakukan penyimpangan primer (primary
deviation) misalnya pencuri, penipu, pemerkosa, pemabuk, dan sebagainya.
Sebagai tanggapan terhadap cap itu, si pelaku penyimpangan kemudian
mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi
penyimpangannya sehingga terjadi dengan penyimpangan sekunder (secondary
deviation). Alasannya adalah sudah terlanjur basah atau kepalang tanggung.
c. Teori Fungsi
Teori ini
dikemukakan oleh Emile Durkheim. Menurut teori ini,
keseragaman dalam kesadaran moral semua anggota masyarakat tidak dimungkinkan
karena setiap individu berbeda satu sama lain. Perbedaan-perbedaan itu antara
lain dipengaruhi oleh faktor lingkungan, fisik, dan keturunan. Oleh karena itu
dalam suatu masyarakat orang yang berwatak jahat akan selalu ada, dan
kejahatanpun juga akan selalu ada. Durkheim bahkan berpandangan bahwa kejahatan
perlu bagi masyarakat, karena dengan adanya kejahatan, maka moralitas dan hukum
dapat berkembang secara normal.
d. Teori Konflik
Teori ini
dikembangkan oleh penganut Teori Konflik Karl Marx. Para
penganut teori ini berpandangan bahwa kejahatan terkait erat dengan
perkembangan kapitalisme. Sehingga perilaku menyimpang diciptakan oleh
kelompokkelompok berkuasa dalam masyarakat untuk melindungi kepentingan mereka
sendiri. Pandangan ini juga mengatakan bahwa hukum merupakan cerminan kepentingan
kelas yang berkuasa dan sistem peradilan pidana mencerminkan nilai dan
kepentingan mereka.
e. Teori Tipologi
Adaptasi
Dengan
menggunakan teori ini, Robert K. Merton mencoba menjelaskan
penyimpangan melalui struktur sosial. Menurut teori ini, struktur sosial bukan
hanya menghasilkan perilaku yang konformis saja, tetapi juga menghasilkan
perilaku menyimpang. Dalam struktur sosial dijumpai tujuan atau kepentingan, di
mana tujuan tersebut adalah halhal yang pantas dan baik. Selain itu, diatur
juga cara untuk meraih tujuan tersebut. Apabila tidak ada kaitan antara tujuan
(cita-cita) yang ditetapkan dengan cara untuk mencapainya, maka akan terjadi
penyimpangan.
Dalam hal ini
Merton mengemukakan tipologi cara-cara adaptasi terhadap situasi, yaitu
konformitas, inovasi, ritualisme, pengasingan diri, dan pemberontakan (keempat
yang terakhir merupakan perilaku menyimpang). Perhatikan tabel di bawah ini.
Tanda ‘+’
berarti ada penyelarasan, di mana warga masyarakat menerima nilai-nilai
sosiobudaya atau norma-norma yang ada, sedangkan tanda ‘-’ berarti menolaknya.
Adapaun tanda ‘+/-’ menunjuk pada pola-pola perilaku yang menolak serta
menghendaki nilai-nilai dan norma-norma yang baru.
Keterangan:
1.
Konformitas (conformity), merupakan cara adaptasi dimana pelaku mengikuti tujuan dan cara yang
ditentukan oleh masyarakat. Misalnya Gaelan belajar dengan sungguh-sungguh agar
nilai ulangannya bagus.
2.
Inovasi (inovation), terjadi apabila seseorang
menerima tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang diidamkan
masyarakat, tetapi menolak norma dan kaidah yang berlaku. Misalnya untuk
memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM), Arif tidak mengikuti ujian, melainkan
melalui calo.
3.
Ritualisme (ritualism), terjadi apabila seseorang
menerima cara-cara yang diperkenankan secara kultural, namun menolak
tujuan-tujuan kebudayaan. Misalnya, walaupun tidak mempunyai keahlian atau
keterampilan di bidang komputer, Mita berusaha untuk mendapatkan
ijazah itu
agar diterima kerja di perusahaan asing.
4.
Pengasingan diri (retreatism), timbul apabila seseorang menolak
tujuan-tujuan yang disetujui maupun cara-cara pencapaian tujuan tersebut.
Dengan kata lain, pengasingan diri terjadi apabila nilai-nilai sosial budaya
yang berlaku tidak dapat dicapai melalui cara-cara yang telah ditetapkan.
Misalnya tindakan siswa yang membakar gedung sekolahnya karena tidak lulus
Ujian Akhir Nasional.
5.
Pemberontakan (rebellion), terjadi apabila seseorang
menolak sarana maupun tujuan yang disahkan oleh kebudayaan dan menggantikannya
dengan yang lain. Misalnya pemberontakan G 30S/PKI yang ingin mengganti
ideologi Pancasila dengan ideologi komunis.
2.8 Sebab Terjadinya Sikap Antisosial
Ada beberapa
sebab munculnya sikap antisosial di masyarakat, di antaranya adalah sebagai
berikut.
a. Adanya norma atau nilai sosial yang
tidak sesuai atau sejalan dengan keinginan masyarakat, sehingga terjadi
kesenjangan budaya termasuk pola pikir masyarakat.
b. Kurang siapnya pola pemikiran
masyarakat untuk menerima perubahan dalam tatanan masyarakat. Hal ini terjadi
karena adanya perubahan sosial yang menuntut semua komponen untuk berubah
mengikuti tatanan yang baru. Dalam perubahan ada komponen yang siap, namun
sebaliknya komponen yang tidak siap ini justru akan bersikap antisosial, karena
tidak sepakat dengan perubahan yang terjadi. Misalnya perusakan terhadap
telepon umum.
c. Ketidakmampuan seseorang untuk
memahami atau menerima bentuk perbedaan sosial dalam masyarakat, sehingga akan
mengakibatkan kecemburuan sosial. Perbedaan-perbedaan dimaknai sebagai suatu
permasalahan yang dapat mengancam stabilitas masyarakat yang sudahtertata.
d. Adanya ideologi yang dipaksakan untuk
masuk ke dalam lingkungan masyarakat. Hal ini akan menimbulkan keguncangan
budaya bagi masyarakat yang belum siap untuk menerima ideologi baru tersebut.
e. Pemimpin yang kurang sigap dan
tanggap atas fenomena sosial dalam masyarakat, serta tidak mampu menerjemahkan
keinginan masyarakat secara keseluruhan.
2.9 Penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi dari Nilai-
Nilai Subkebudayaan Menyimpang
Shaw dan Mc. Kay mengatakan bahwa daerah-daerah yang
tidak teratur dan tidak ada organisasi yang baik akan cenderung melahirkan
daerah kejahatan. Di daerahdaerah yang demikian, perilaku menyimpang
(kejahatan) dianggap sebagai sesuatu yang wajar yang sudah tertanam dalam
kepribadian masyarakat itu. Dengan demikian, proses sosialisasi tersebut
merupakan proses pembentukan nilai-nilai dari subkebudayaan yang menyimpang.
Contohnya di
daerah lingkungan perampok terdapat nilai dan norma yang menyimpang dari
kebudayaan setempat. Nilai dan norma sosial itu sudah dihayati oleh anggota
kelompok sebagai proses sosialisasi yang wajar. Perilaku menyimpang seperti di
atas merupakan penyakit mental yang banyak berpengaruh terhadap kehidupan
masyarakat. Sehubungan dengan itu kita mengenal konsep anomie yang
dikemukakan oleh Emile Durkheim. Anomie adalah
keadaan yang kontras antara pengaruh subkebudayaan-subkebudayaan dengan
kenyataan sehari-hari dalam masyarakat. Indikasinya adalah masyarakat
seakan-akan tidak mempunyai aturan-aturan yang dijadikan pegangan atau pedoman
dan untuk ditaati bersama.
Akibat tidak
adanya keserasian dan keselarasan, normanorma dalam masyarakat menjadi lumpuh
dan arahnya menjadi samar-samar. Apabila hal itu berlangsung lama dalam
masyarakat, maka besar pengaruhnya terhadap proses sosialisasi. Anggota
masyarakat akan bingung dan sulit memperoleh pedoman. Akhirnya, mereka memilih
cara atau jalan sendiri-sendiri. Jalan yang ditempuh tidak jarang berupa
perilaku-perilaku yang menyimpang.
2.10 Pengendalian Sosial
1). Tujuan
Pengendalian Sosial
Tujuan pengendalian sosial adalah terciptanya suatu keadaan
yang serasi
antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Sebelum terjadi
perubahan, dalam masyarakat sudah terkondisi suatu keadaan yang stabil,
selaras, seimbang dan sebagainya. Dengan adanya perubahan,
menyebabkan terjadi keadaan yang tidak stabil. Tujuan pengendalian sosial
untuk memulihkan keadaan yang serasi seperti sebelum terjadinya
perubahan.
antara stabilitas dan perubahan di dalam masyarakat. Sebelum terjadi
perubahan, dalam masyarakat sudah terkondisi suatu keadaan yang stabil,
selaras, seimbang dan sebagainya. Dengan adanya perubahan,
menyebabkan terjadi keadaan yang tidak stabil. Tujuan pengendalian sosial
untuk memulihkan keadaan yang serasi seperti sebelum terjadinya
perubahan.
2). Cara-cara
Pengendalian Sosial
A. Cara Persuasif
Cara
persuasif lebih menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing anggota
masyarakat agar dapat bertindak sesuai dengan aturan
atau norma yang berlaku dimasyarakat. Terkesan halus dan menghimbau.
Aspek kognitif (pengetahuan) dan afektif (sikap) sangat ditekankan. Contoh:
atau norma yang berlaku dimasyarakat. Terkesan halus dan menghimbau.
Aspek kognitif (pengetahuan) dan afektif (sikap) sangat ditekankan. Contoh:
1. Para tokoh masyarakat membina warganya
dengan memberi nasehat
kepada warga yang bertikai agar selalu hidup rukun, menghargai sesama,
mentaati peraturan, menjaga etika pergaulan, dan sebagainya.
kepada warga yang bertikai agar selalu hidup rukun, menghargai sesama,
mentaati peraturan, menjaga etika pergaulan, dan sebagainya.
2. Seorang ibu dengan penuh kasih sayang
menasehati anaknya yang
ketahuan mencuri. Ibu itu berusaha memberi pengertian pada anaknya
bahwa mencuri itu perbuatan yang tercela dosa dan sangat merugikan
orang lain. Mencuri itu akan berakibat buruk pada kehidupannya kelak. Ia
akan menjadi orang terkucil dan tersingkir dari masyarakat.
ketahuan mencuri. Ibu itu berusaha memberi pengertian pada anaknya
bahwa mencuri itu perbuatan yang tercela dosa dan sangat merugikan
orang lain. Mencuri itu akan berakibat buruk pada kehidupannya kelak. Ia
akan menjadi orang terkucil dan tersingkir dari masyarakat.
3. Seorang guru membimbing dan membina
muridnya yang ketahuan
merokok di sekolah. Guru tersebut dengan penuh kewibawaan dan
kesabaran menanamkan pengertian bahwa merokok itu merusak
kesehatan dan juga merugikan orang lain, selain itu juga merupakan
pemborosan.
merokok di sekolah. Guru tersebut dengan penuh kewibawaan dan
kesabaran menanamkan pengertian bahwa merokok itu merusak
kesehatan dan juga merugikan orang lain, selain itu juga merupakan
pemborosan.
B. Cara Koersif
Cara
koersif lebih menekankan pada tindakan atau ancaman yang
menggunakan kekerasan fisik. Tujuan tindakan ini agar si pelaku jera dan
tidak melakukan perbuatan buruknya lagi. Jadi terkesan kasar dan keras.
Cara ini hendaknya merupakan upaya terakhir sesudah melakukan cara
persuasif, contoh:
menggunakan kekerasan fisik. Tujuan tindakan ini agar si pelaku jera dan
tidak melakukan perbuatan buruknya lagi. Jadi terkesan kasar dan keras.
Cara ini hendaknya merupakan upaya terakhir sesudah melakukan cara
persuasif, contoh:
1. Agar para perampas sepeda motor jera akan perbuatannya,
maka ketika
tertangkap masyarakat langsung mengeroyoknya. Tindakan tersebut
sebenarnya dilarang secara hukum, karena telah main hakim sendiri.
Namun cara tersebut dilakukan masyarakat dengan maksud agar para
perampas sepeda motor lainnya takut untuk berbuat serupa.
tertangkap masyarakat langsung mengeroyoknya. Tindakan tersebut
sebenarnya dilarang secara hukum, karena telah main hakim sendiri.
Namun cara tersebut dilakukan masyarakat dengan maksud agar para
perampas sepeda motor lainnya takut untuk berbuat serupa.
2. Peraturan hukum dari negara tertentu yang memberlakukan
hukuman
cambuk, rajam, bahkan hukuman mati bagi pelaku kejahatan, agar para
pelaku kejahatan atau orang yang akan berniat jahat jera dan takut
melakukan tindak kejahatan.
cambuk, rajam, bahkan hukuman mati bagi pelaku kejahatan, agar para
pelaku kejahatan atau orang yang akan berniat jahat jera dan takut
melakukan tindak kejahatan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Dengan selesai nya makalah ini,
alhamdulillah apa yang telah di susun dari awal pembuatan sampai selesai
berakhir lancar. Tak lupa puji dan syukur kami panjat kan khadirat Allah SWT
yang telah melancarkan dalam pembuatan makalah ini.
Dengan selesai nya makalah ini,
ternyata dapat di ketahui, perilaku – perilaku menyimpang tersebar di mana –
mana. Baik itu dalam masyarakat, sekolah maupun keluarga. Dan banyak sekali
faktor pendorong terjadinya penyimpangan.
Untuk itu, semoga pembaca bisa
menerima apa yang telah kami susun. Kalau pun kami yakin banyak sekali
kesalahan – kesalahan yang jelas tidak kami sadari. Kami mohon maaf atas segala
kesalahan yang mungkin menyinggung atau pun salah dalam penulisan nya.
3.2 Saran
Semoga dengan di buat nya makalah ini bisa bermamfaat bagi pembaca. Dan
kita semua bisa menghindari penyimpangan – penyimpangan sosial yang jelas –
jelas merugikan baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Kita sebagai
manusia yang beriman, kita harus menanamkan sikap yang paling baik. Jangan
sampai kita melakukan penyimpangan – penyimpangan yang sangat keterlaluan dan
merugikan.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Buku LKS Kelas X
Buku Paket Sosiologi Kelas X
0 komentar:
Posting Komentar