II. GELISAH


GELISAH
Sejak kejadian di eskul, hatiku selalu bimbang tak karuan. Bahkan saat pelajaran kimia aku di tegur dan akhirnya di suruh maju ke depan mengerjakan soal. Untungnya aku mengerti jadi aku tidak terlalu malu. “ Hmm . . “. Aku mengela nafas saat mulai merasa bosan di kelas. Aku mengajak diriku sendiri ke sebuah Perpustakaan sekolah tanpa di temani ke dua sahabatku.
          Langit tampak cemberut di siang itu setelah shalat dzuhur. Masjid sekolah tampak penuh seperti biasa. Untungnya aku sudah melaksanakan shalat dzuhur lebih dulu. Ya setidaknya tidak perlu berdesak – desakan. Aku membuka sepatu, aku tulis nama, kelas dan maksud kedatangan ku ke Perpustakaan pada sebuah buku besar yang di sediakan di sebuah meja yang tidak terlalu panjang. Aku mulai mencari buku yang memang sangat menarik hatiku, namun sayangnya buku yang aku cari tak ku temukan.
          Teman, aku mengambil sebuah buku yang memang tidak menarik. Aku membuka perlahan buku itu namun malas untuk  ku baca. “ Aduuuhhh, kenapa dengan perasaanku ??? “. Tanyaku dalam hati kecil.
          Teman, sejak kejadian setelah eskul PMR itu perasaan ku semakin tak karuan. Hati ku selalu memikirkan sosok yang kemarin sore bisa membuatku luluh. “ Apa aku mulai menyukainya bahkan mencintainya ??? “. Tiba – tiba pertanyaan aneh memblokir fikiranku yang akan menjawab pertanyaan pertama. Begitu banyak pertanyaan namun Aku sendiri tak tau apa jawabannya.
          “ Ta, tumben berani sendiri ( Hehehe ) “. Tiba – tiba Riri menepuk pundak ku di susul Yuning yang langsung duduk di depan. Aku belum bisa menjawab pertanyaan yang diberikan Riri. Toh pertanyaanku sendiri belum tau apa jawabannya. Aku hanya tersenyum pada mereka. Tampaknya mereka mengerti, mereka langsung mencari buku dan duduk di dekatku. Yuning sebelah kanan dan Riri sebelah kiri.
          Semua yang ada di Perpustakaan sibuk dengan buku – buku yang mereka pinjam. Tapi tidak dengan aku. Hatiku masih di selimuti tanda tanya yang tak tau apa jawabannya. “ Hahh, sekarang aku harus sabar. Jika aku memang menyukainya bahkan aku mencintainya, aku akan berusaha supaya nanti aku bisa dapatkan dia seutuhnya K Deka, Hmmmm “.
          “ Treeeeennggggg “. Bel berbunyi begitu keras memaksa masuk ke dalam telinga. Aku, Riri dan Yuning bergegas menyimpan buku memakai sepatu lalu menuju kelas. Aku mengerti dan tau kalau pelajaran terakhir akan kosong karena gurunya tidak hadir. Karena ke kelas lainpun tidak masuk.
          Di dekat LAB IPA, Aku melihat K Deka yang sedang sibuk dengan buku ditangannya. Spontan jantungku berdebar. Jalanku diperlambat. Nampak, Aku masih ingin melihat K Deka. Aku tersenyum sendiri lalu menuju kelasku.
          Dalam kelas yang ribut. Aku duduk. Riri menyusul untuk duduk begitu juga Yuning. Tatapan kedua sahabat ku sedikit berbeda ketika itu. Lantas saja mereka bertanya yang diawali oleh Riri.
          “ Ta, kenapa murung ? “.
          Teman, aku hanya diam. Mataku sayu lalu  ku tutup oleh kedua tanganku. Riri yang merasa tak dianggap, mengalihkan pertanyaannya pada Yuning. Mereka berbincang bersama tanpa aku. Sedangkan aku sendiri hanya melamun sambil menutup kedua mataku.
          Tak sadar aku tertidur. Bukan hanya aku teman, banyak teman – temanku yang lain yang juga tertidur. Pantas saja, dua jam pelajaran tidak ada gurunya. Rasa malas hingga akhirnya berdampak pada mata siswa.
          Kini yang ditunggu oleh banyak siswa adalah suara nyaring yang terkadang menyakitkan telinga, namun begitu ditunggu suaranya. Apalagi kalau bukan suara bel tanda pulang. Dua jam serasa dua minggu atau dua bulan bahkan dua tahun. Aku nampak telah larut dalam impian. Namun, karena bel akan berbunyi 10 menit lagi, Riri membangunkan ku. Aku terperanjat kaget. Jelas saja Riri tertawa.
          Yang ditunggu tiba. Gelap seakan bercahaya. Sakit seakan tak terasa. Bel kemenangan berbunyi tiga kali. Aku membereskan buku. Lalu beranjak pulang bersama Riri dan Yuning. Tidak seperti biasanya, mobil ke arah rumah Yuning langsung ada. Jelas Aku dan Riri langsung naik angkot arah rumah.
          Karena penasaran, Riri bertanya padaku secara perlahan “ Syta, kenapa sih ??? “.
          Aku melirik lalu tersenyum “ Kenapa apanya Ri ? “.
          “ Ko dari tadi diem terus. Mana ada acara tidur di dalam kelas. eyy “.
          “ Ri sini deh! “. Suruhku sambil mendekat.
          “ Iya “.                                       
          “ Apa aku suka sama K Deka ya ? “.
          “ Hahh??? Deka yang mana ?”.
          “ Itu Ri, yang kelas XII – IPA 1 yang eskul PMR “.
          “ owhh tau. Jadi dari tadi gelisah gara – gara K Deka. Jangan gitu donk, jelek tau. Kalau kamu suka tanya donk hati kamu. Kalau emang suka ya usaha “.
          “ Iy Ri, tapi jadi bingung juga kalau nanya sendiri “.
          “ Ta, kalau kamu emang suka K Deka, kamu rasa sendiri. Bayangkan pahitnya suka sama seseorang, apalagi itu kakak kelas. Tapi, kalau kamu emang bener suka kamu coba donk deketin dia “.
          Aku terdiam mendengarnya. Riri sendiri mengerti perasaan aku sebagai sahabatnya. Riri ikut terdiam. Aku membayangkan pahit manis jika memang suka pada K Deka. Aku menghela nafas. Mataku aku tutup. Teman, Aku meyakini kalau Aku bisa bersama K Deka.

0 komentar:

Posting Komentar